Simak Apa Kata Ibu dan Anak Ini Tentang Profesi Dagang
Rasul kita Muhammbad SAW berprofesi sebagai pedagang. Namun, tidak semua orang dikaruniai bakat berdagang. Termasuk saya.
Hampir pingsan saat berjualan
Semasa kecil saya sering disuruh Emak menjajakan sayuran keliling kampung. Hal ini adalah sebuah keterpaksaan bagi batin saya. Saya tak berdaya mengelak. Meskipun ditolak Emak tak akan bisa diajak kompromi. Sedih, malu dan dongkol saya tanggung sendiri.
Selama dagangan bertengger di kepala, rasanya saya mau pingsan. Padahal tak ada orang yang mengejek saya. Kecuali kalau ketemu anak-anak nakal, yang hobynya membully anak orang. Itu pun tidak terus-terusan.
Emak saya pintar berdagang
Karakter saya bertolak belakang dengan alamarhumah Emak. Beliau memang terlahir dengan darah dagang. Dia sering bilang ke kami anak-anaknya, bahwa segala profesi di muka bumi ini tak ada yang lebih enak daripada “manggaleh” (menggalas = dagang).
Sayangnya Emak hanya perempuan kampung yang cuma bisa mengenal huruf-huruf, belum bisa merangkainya menjadi kata. Sebab, semasa kecil Emak hanya sempat mengenyam pendidikan di Sekolah Rakyat beberapa bulan saja. Maklum kehidupan di kampung era kolonial.
Makanya, bisnis Emak hanya sekelas kampung. Menjual hasil-hasil bumi dari lingkungan tempat beliau lahir dan dibesarkan. Seperti sayuran, beras, lokan (kerang air tawar), ikan salai, dan lain-lain. Pokoknya apa pun barang sejenis yang bisa mendatangkan keuntungan beliau perjualbelikan. Terakhir fokusnya ke ikan salai dan lokan saja.
Barang –barang tersebut (ikan dan lokan) beliau beli dengan memodali nelayan kampung. Kemudian dijualnya kembali ke pasar-pasar tradisional di daerah lain.
Pasarnya sampai ke kota Sungai Penuh, kota Padang, (100-200an kilometer dari negeri kami). Tak jarang pula pulangnya beliau membawa barang-barang lain, yang berpeluang laku dijual kembali di kampung halaman. Semisal jengkol, beras, dan sebagainya.
Berdagang sembari nengok orang cantik
Kadang-kadang saya kasian. Pekerjaan yang seharusnya digeluti laki-laki, dilakoni oleh Emak saya. Lain cerita kalau beliau berjualan di toko sambil duduk manis berpakaian bagus.
Dilarang beliau tak mau. Salah-salah omong malah kita yang kena semprot. Alasannya masuk akal. “Tanpa berjualan saya tak dapat ngopi dan makan di waraung, tiada pula pegang uang, walaupun uang orang,” dalihnya.
Lucunya, Emak juga mengaku, dengan berjualan beliau senang bertemu orang ramai, puas melihat orang cantik, dan orang bergaya dengan tampilan modern. He he ....
Panik ketika rugi
Ketika dagangannya rugi emak juga panik. Kami anak-anaknya tahu persis. Kalau dia pulang dengan wajah ceria, tanda dagangannya beruntung. Jika dari jauh mukanya tampak cemberut membahasakan dagangannya tekor. Ha ha ....
Apakah beliau kapok? Tentu saja tidak. Besoknya dia merayap lagi mengumpulkan barang.
Sangat disayangkan, kemampuan dagang Emak berbanding terbalik dengan Bapak (ayah sambung saya). Beliau tidak ada jiwa dagang. Bisanya bertani dan menangkap ikan. Dampaknya, setiap emak hamil dan melahirkan adalah bencana bagi perekonomian keluarga kami.
Menurut pengalaman, seseorang yang berotak cemerlang belum tentu mahir berdagang. Tapi maaf, bukan berarti si pemilik otak cerdas tidak bisa berdagang. Tergantung gendrenya.
Buktinya, seorang mantan siswa saya, semasa Sekolah Dasar dia sangat lemah. Kelas 5 belum bisa membaca. Rankingnya selalu pada urutan terakhir.
Siapa sangka setelah dewasa dia pintar dagang. Walau kecil-kecilan dia mampu menyekolahkan anak-anaknya sampai sarjana. Malahan ada yang sudah bekerja di bank BNI. Sekali lagi maaf, bukan saya menganggap semua pedagang itu kecerdasannya di bawah rata-rata.
Darmi bukan nama sebenarnya. Dia lulus SMA. Semasa sekolah tidak bodoh-bodoh amat. Malahan tergolong pintar. Setelah berumah tangga dan karena desakan ekonomi, dia mencoba membangun bisnis dengan berdagang, kecil-kecilan.
Baru beberapa putaran, usaha Darmi mulai kurusan. Kemudian nombok lagi, tekor lagi. He he .... Alasan modalnya terlalu kecil.
Penutup
Sejatinya berjualan tidak mutlak dimulai dengan modal besar. Yang penting mau dan tidak pemalu seperti saya. Ha ha ... Kuncinya hanya satu, “Lihai menghitung laba, bijak mengkalkulasi rugi.”
Terkait kasus, Darmi, barangkali dia cuman jago menghitung laba. Karena penjualannya lebih tinggi daripada harga beli. Begitu dagangannya habis terjual, dia belanja-belanji sesukanya. Ha ha ....
Wanita 2 anak itu terhanyut dilanda nafsu konsumtif. Tanpa sadar pengeluaran harian dia lebih gemuk daripada keuntungan dagangnya. Besok dia tak bisa beli barang lagi. Karena sisa modalnya nol.
Demikian masalah dagang versi saya dan almarhumah ibunda tercinta. Semoga bermanfaat. Salam Ramadhan penuh berkah.
Baca juga :
- Wow ..., Hebohnya Tradisi Ptang Balimau di Muara Sakai Inderapura
- Bertengkar Suami Istri? Jauhi 4 Ucapan Ini
- Ini Dia Pengalaman Menulisku, dari Facebook ke Blog Pribadi
*****
Penulis,
Hj. NURSINI RAIS
di Kerinci, Jambi
sebenarnya, apapun profesi harus "dinikmati".....
BalasHapuskita terlalu bertumpu pada tujuan akhir, bukan menikmati prosesnya....
Cerita menarik......
Thank you for sharing
Terima kasih kembali, Mas Tanza. Karena telah menjadi profesi, beliau (ibu saya) sangat menikmatinya. Selamat berpuasa dari tanah air.
HapusIbu saya pedagang warteg Bu sejak aku kecil, Alhamdulillah bisa mencukupi untuk biaya kebutuhan sehari-hari, padahal ibu tidak sekolah sama sekali, tapi soal hitung menghitung hafal. Soalnya kalo tidak hafal menghitung bisa bisa dikadali pembeli.🤣
BalasHapusDagang memang harus pintar dan juga jangan terlalu konsumtif seperti Darmi, bisa tekor nantinya.😂
Alhamdulillah, ibu saya juga pintar masalah hitung2, mas Agus. Terutama hitungan laba rugi. Dagangannya memang sepele. Tapi modalnya lumayan banyak buat seorang pedagang perempuan kampung. Sedihnya, sampai akhir hayatnya masih banyak duitnya kececer pada anak buahnya penyelam lokan. Mereka ada yang tidak jujur. Dikasih pinjaman, kemudian hasil tangkapannya dia jual pada orang lain. Tetapi karena telah terbiasa dengan kelakuan oknum begitu, beliau tenang2 saja. Kami anak2nya yang sakit hati.
HapusWaduh, kadang begitu ya Bu, dikasih pinjaman tapi hasil tangkapannya malah dijual ke orang lain, sakit hati memang lihatnya.
HapusYang sabar ya bu
Bener banget bund dagang itu juga perlu bakat. Tapi kalo saya mungkin memang kurang cocok buat jualan, soaonya gak tegaan, di nego dikit kadang suka kasian heheh alhasil kadang-kadang suka jual rugi. Selamat malam bunda.
BalasHapusHa ha .... Sama, ananda Radhika. Endingnya barang habis bukan terjual semua. Tapi dikasih ma kenalan. Terima kasih telah mengapresiasi. Selamat berakhir pekan, dan selamat berpuasa.
Hapussaya juga ga pandai dagang bu nur
BalasHapusuangnya selalu saya tilep buat beli jajan hahahah
malah tekor terus jadinya
kalau promosiin dagangan orang masih oke kalau dagang beneran saya menyerah
makanya saya salut sama pedagang ulung
Soal hitung2an mungkin saya mampu, Mas Ikrom. Tapi praktiknya yang susah. Banyak malunya. Kadang khawatir dagangan gak laku. Saya juga salut pada orang yang berbakat jualan. Mereka yakin setiap barang ada pembelinya. Terima kasih telah mengapresiasi. Salam sehat buat keluarga di sana.
HapusMemang ga mudah sih bunda, yg namanya jualan. Aku sendiri harus akuin ga terlalu bisa berdagang atau jualan apalah... Rata2 penjual kan harus bisa ya membujuk calon pembeli untuk membeli barangnya. Naaah aku susah tuh ngomong luwes untuk membujuk gitu 🤣. Jadi bisanya ala kadar, ujung2 pembeli kurang tertarik 😄. Aku memang lebih suka kerja di bidang yg kayak analis, atau di belakang meja lah. LBH cocok Ama jiwa
BalasHapusBunda pernah tanya pada tetangga pedagang makanan. "Apa gak takut barang tak laku.?" dia menjawab, mereka tak mikir masalah laku atau tidaknya. Untung atau rugi. Yang penting menyiapkan barang. Artinya dia memang terlahir dengan gendre dagang. Ananda Fanny punya darah analis. Kalau bunda boleh dikatakan jiwa buruh. Senang di bidang jasa, atau pertukangan. Kalau jualan takut rugi. He he .... Terima kasih telah singgah. Maaf telat merespon. Hari ini bunda berada di daerah luar jaringan.
Hapusmakasih sharingnya, cerita yang menarik, lika liku menjual
BalasHapusTerima kasih kembali, Mbak. Terima kasih telah singgah.
Hapus