Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Meluncur ke Sally Oak

Catatan Perjalanan ke Inggris (3)

Banteng coklat di City Centre. Foto NURSINI RAIS

Belum satu jam istirahat di City Centre, kami siap meluncur ke alamat yang dituju. Yakni, 160 Hubert Road Selly Oak, Westmidland Birmingham, B29GER. Pemandangan lain siap menanti

1. Buah yang Tak Bisa Dimakan

Sama dengan perjalanan Airport - City Centre, di sepanjang jalan, belakang dan samping rumah penduduk, pepohonan tumbuh rindang.

Tapi tak satu pun menghasilkan buah yang bisa dimakan. Semisal pohon jambu, mangga, pisang, apalagi pohon jengkol seperti di tanah air. Menurut putriku, hal ini sama dengan sejumlah negara di Eropah yang pernah dia kunjungi.

Saya berpikir, nikmat apa lagi yang harus diingkari oleh bangsa Indonesia yang dikaruniaiNya tanah air kaya raya dan subur. Durian, mangga, jambu, dan pohon lainnya berbuah sepanjang tahun dan musim.

2. Rumah Deret dan Air Keran

Kurang lebih 20 menit, bus berhenti di sebuah Stop Bus. Lima menit jalan kaki,  bangunan bernomor 160 itu sudah di depan mata. Adalah kos-kosan berlantai 2, tipe sederhana, dibangun bergandengan antara satu unit dengan lainnya. Di Indonesia disebut rumah deret. Bahasa Kerinci sini umuh lahik (rumah larik).

Nenek tua ini disambut dengan air putih hangat yang dicurahkan dari keran. He he .... Rupanya tradisi di sana memang begitu. Sebab, air yang dialirkan ke rumah-rumah penduduk itu layak konsumsi langsung tanpa dimasak terlebih dahulu.

Demikian pula buah-buahan yang dibeli dari Super Market. Boleh dimakan langsung tak perlu dicuci. Tetapi karena terbiasa di tanah air, saya tak tega menyantapnya sebelum membilasnya terlebih dahulu.

3. Kontrakan dan Kosan liar

  Kos-kosan di Sally Oak. Foto Istimewa

Kontrakan anakku itu memuat 4 kamar 2 di lantai atas dua di bawah. Per bulannya £ 700. Jika dirupiahkan kurang lebih 14 juta (Kurs Mei-Juni 2015). “Yang bagus dan mahal juga ada, Nek.” kata Arie menantuku.

Syukur undang-undang Inggris tidak melarang kontrakan disewakan pada pihak ke 3. Dua kamar mereka sewa pada mahasiswa sesama Indonesia. Sehingga bisa irit. Judulnya kosan liar.

Hal ini beda dengan Perancis. Berusaha di atas milik pribadi lainnya adalah suatu pelanggaran. Pelakunya bisa-bisa dipenjara.

4. Biaya Hidup yang Tinggi

Enaknya, sejelek apapun kontrakan di Inggris dilengkapi fasilitas penting. Di antaranya, kompor gas, lengkap dengan pembakar roti, hitter, macrowaife, air condisioner, meja belajar, vacum kleiner dan perabot-perabot lainnya.

Kamar tidur komplet dengan spring bad, sprei plus duve, lemari pakaian. Semuanya pinjaman dari tuan rumah. Listrik dan gas tak pernah padam. Bayar sendiri sesuai jumlah pemakaian.

“Dua tahun kami di sini, belum pernah mengalami pemadaman listrik dan gas,” kata Arie. Tetapinya tarifnya mahal. Setiap bulan keduanya  mencapai sejuta lebih,” tambahnya.

Baca Juga:

Saya sedih mendengar curhatan menantuku. Betapa mereka mengencangkan ikat pinggang saat pertama tinggal di sana. Beasiswa dari Dikti untuk 1 orang, harus membiayai 4 jiwa.

Di sisi lain, anggaran hidup sangat tinggi. 250 gram kacang panjang saja dihargai seratusan ribu. Yang agak menyamai dengan di tanah air, harga beras dan daging. Setiap melihat bandrol barang, pedih rasanya membandingkannya dengan tarif di negeri kita.

“Kami coba minta dikirimi dari Indonesia. Di sini, sebulan gaji kami berdua tidak cukup untuk   seminggu,” kata anak saya.

5. Perekonomian Mulai Berubah

Beberapa bulan kemudian putra saya sudah lancar berbahasa Inggris. Dia diterima bekerja di salah satu hotel berbintang di City Centre, Birmingham.

Sambil kuliah, istrinya pun dapat gaji alakadarnya dari kampus karena membantu gawean dosen. Kedua anaknya, sudah masuk sekolah (Primary Raddlebarn School). Yang nomor satu cowok kelas infant, (Y0 = Year 0), usia 4 tahun. Yang kecil cewek 3 tahun kelas Nursery. 

Semenjak itu perekonomian mereka mulai membaik. Alhamdulillah, saya keciprat senangnya. Dibiayai  pulang pergi ke Inggris. Kembali ke tanah air mereka telah punya tabungan yang lumayan, versi saya.

Demikian penggalan kisah perjalanan ini saya tulis alakadarnya berdasarkan catatan kecil (Mei-Juni 2015), ditambah ingatan yang masih tersisa. Semoga bermanfaat. Syukur kalau bisa menginspirasi. (Bersambung).

****

36 komentar untuk "Meluncur ke Sally Oak"

  1. Wah. 2 tahun gak pernah padam listrik. Gak seru dong Nek. Gak merasakan mati lampu, 🤭

    BalasHapus
  2. Setuju, cucunda. Tanpa konflik hidup ini bagaikan sayur tak bergaram.

    BalasHapus
  3. Balasan
    1. Tahaun 2015 lalau, ananda. terima kasih telah mampir.

      Hapus
  4. Balasan
    1. Semoga kita bisa ketemu, bercerita panjang lebar ananda. Selamat malam

      Hapus
  5. Amin, Mas. Terima kasih telah mampir. Selamat malam.

    BalasHapus
  6. Masya Allah, masih bisa mencatatkan kenangan padahal sudahbertahun silam ya, Bu. Semoga sehat terus sekeluarga. Pengalamannya menarik.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, Mbak Mugniar. Ini karena saya rajin mencatat setiap peristiwa yang menjadi perhatian saya saat itu. Rencananya dulu mau dibuat buku. Tapi karena sesuatu dan lain hal, rencana tersebut batal.

      Hapus
  7. MasyaALLAH TabarokALLAH
    Sangat menginspirasi kami!
    Semogaaaa saya juga bisa menjadi Ibu yg lebih baik, yg mampu menghantarkan ananda untuk mencapai the best version of himself.

    Terima kasih, Ibu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amin, Mbak Nurul. Kalau ada usaha dan doa, insyaallah apa yang dicita-citakan akan tercapai. Salsm hangat untuk keluarga di sana ya.

      Hapus
  8. Menarik sekali perjalanannya. Saya malah jadi keinget program House Hunter International. Mencari rumah di negara lain sangat menantang. Belum lagi mengatur keuangannya

    BalasHapus
    Balasan
    1. He he ... Semakin menantang, kian banyak konflitnya, bertambah kaya pula pengalaman kita ya, Mbak Era. terima kasih telah mengapresiasi, Mbak. Salam sehat untuk keluarga di sana ya.

      Hapus
  9. Semua ada masanya ya Bunda, semua memang berproses insya Allah pada saatnya nanti akan memetik hasil dari proses itu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepakat, ananda ulfah. Terkadang dalam proses itu banyak tantangan. Kalau kurang waspada saat itulah kita menyerah kalah. Salam hangat untuk keluarga di sana.

      Hapus
  10. Menarik sekali ceritanya, Ibu. Saya jadi penasaran rasanya hidup di Birmingham itu seperti apa. Tapi kalau melihat biaya hidup, rasanya saya malah jadi tambah bersyukur hidup di Indonesia aja, hihihi.

    BalasHapus

  11. Mbak Rani bisa ajah. Tak beda dengan di indonesia, Mbak. Cuman cuacaya dingin, harga barang kebutuhan mahal. Tapi kalau kita bekerja lumayan seimbang. Malah bisa nabung. Terima kasih telah mengapresiasi. Selamat siang.

    BalasHapus
  12. MasyaAllah nek, asyik nek bisa jalan-jalan ke UK. Saya pun kecipratan jalan-jalan ke UK lo nek setelah membaca tulisan nenek ini, ditunggu sambungan tulisannya ya nek...(Menanti catatan perjalanan Inggris ke 4), cihuyy!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Siap, ananda Julia Sayang. Semoga bermanfaat. Terima kasih telah berkenan singgah.

      Hapus
  13. Ngikutin cerita ini dari seri pertama. Seru. Nunggu cerita selanjutnya. Alhamdulillah ya Bu, putra dan menantunya dimudahkan. Sekarang tinggal menikmati aja hidup di Inggris, gak harus terlalu mengencangkan ikat pinggang.

    BalasHapus
    Balasan

    1. Betul, Mbak Cumcum. Hidup itu di mana-mana beda tipis. Mau mewah2an bisa. Mau sederahan juga bisa. Sekarang mereka sudah pulang Mbak. Kuliahnya sudah selesai. Dua2nya udah aktif kerja lagi sebagai ASN di Indonesia. Terima kasih telah mengapresiasi. Salam sehat untuk keluarga di sana

      Hapus
  14. Saya suka baca tulisan Bu Nur. Detail. Saya ketawa pas Ibu bilang di sana banyak pohon tapi buah-buahannya gak banyak yang bisa dimakan kayak di Indonesia. Hihihi. Emang Indonesia itu ngangenin ya, Bu. Jadi penasaran, buah di sana apa aja ya. Di Indonesia pohon ditanam di pekarangan rumah aja banyak yang buahnya bisa dimakan ya. Mangga, jambu, pisang, pepaya. Gak perlu pakai kebun yang luasnya kudu berapa meter.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Emang Indonesia itu ngangenin ya, Bu. ====> Setuju, Mbak Nieke. Indonesia tanah tumpah darah kita yang tiada duanya. Terima kasih kunjungannya. Salam sehat pagi untuk keluarga di sana.

      Hapus
  15. Saya senang sekali tiap baca tulisan orang2 yang pernah atau sedang di UK. Dulu cita2 saya sekolah disana, namun rencana Allah berbeda. Jadi tetap pengen ke UK tapi jalan2 aja nanti sama keluarga. Aamiin. Hehe.. Sudah hampir 6 tahun tapi masih teringat banget ya, Nek. Pasti berkesan banget selama disana baca'y juga terasa semangat'y 😀

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sudah hampir 6 tahun tapi masih teringat banget ya, Nek. ==== >
      Udah ditulis sejak pulang dari sana, ananda Imawati. Rencana mau bikin buku. Tapi gagal. Kini tnggal moles di sana sini. Terobsesi dari tulisan inilah Nenek ingin belajar ngblog. terima kasih telah mengapresiasi. Salam sehat untuk keluarga di sana.

      Hapus
  16. Bundaaa...
    Bahagia sekali bisa mengunjungi anak cucu di negeri orang dan ikut merasakan kebahagiaan. Hidup di luar negeri memang banyak lika-likunya yaa, Bunda.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Justru lika liku itu yang membuat hidup jadi berseni ya, ananda Len. selamat beraktivitas, doa sehat untuk keluarga di sana

      Hapus
  17. Masyallah seru ceritanya hidup disana ya bunda. Nggak papa mengencangkan ikat pinggang sebentar pulang ke tanah air kelak insyallah masa depan cerah... Salut dengan kemandiriannya putra Dan menantunya bunda nur..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, sekarang mereka sudah pulang ke tanah air, ananda Aisyah. Membawa pengalaman pahit dan manis, ilmu, dan harta yang tak ternilai. Yaitu semuanya lancar berbahasa Inggris. Doa sehat untuk keluarga di sana. Terima kasih telah mengapresiasi.

      Hapus
  18. MasyaAllah.. Saya jadi senang.ngikuti tulusan bersambungnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih, ananda Nani. Nenek ini malah super senang karena tulisannya dibaca anak muda sekaligus blogger hebat seperti kalian. Selamat bersktivitas. Salam sehat untuk keluarga di sana.

      Hapus
  19. Walau biaya hidup tinggi tapi semua fasilitas di dalam rumah terpenuhi ya mbak. Worthed juga ya jadi ga sia-sia mengeluarkan uang. Ah jadi ingin ke UK.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, Mbak. Kontrakan fasilitasnya lengkap. Gas tinggal pncet tombol, kulkas, pemanas ruangan, dll.

      Hapus
  20. Wah keren tulisannya mbak, dari baca cerita ini aku langsung terbayang kondisi di sana. Ada rasa iri, pengen juga bisa menjelajah ke tempat berbeda. Ada cita cita, kalau tidak saya mungkin anak, mungkin cucu nanti bisa menggapai cita cita di Negara berbeda.

    BalasHapus
    Balasan
    1. "Ada cita cita, kalau tidak saya mungkin anak, mungkin cucu nanti bisa menggapai cita cita di Negara berbeda.">>> Amin, Pak/Bu. Kalau Tuhan telah menentukan, tiada tangan yang mampu menghalangi. Saya ke Inggris juga dibiayai anak. Sungguh saya tidak menduga sedikit pun sampai ke luar negeri, (Mekah, Inggris, dan Malaysia). Setiap sampai di luar negeri, terutama di Mekah, saya menangis haru. Teringat betapa orangtua membanting tulang menyekolahkan saya.dalam serba keterbatasan. Tanpa pendidikan yang memadai,nasib saya tidak akan lebih baik dari orangtua saya sebagai orang tak punya. Terima kasih tanggapannya, Pak/Bu. Doa sukses untuk pendidik dan peserta didik kita semua. Saya mantan dosen Kelas Satu SD. Pak/Bu. He he ...

      Hapus