Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ini Dia, 3 Pemicu Konflik Antar Tetangga yang Perlu Diwaspadai

Bekerja sama membantu tetangga membersih ikan dalam rangka acara pernikahan (Foto NURSINI RAIS)
 
Konflik antar tetangga  merupakan masalah klasik yang tak pernah sirna dari muka bumi. Mulai zaman nenek moyang sampai era modern saat ini.

Umumnya konflik itu dipicu oleh adanya kesenjangan kepentingan antara keluarga  satu dengan lainnya. Kadang-kadang hanya tersebab masalah sepele, terus melebar,  tak jarang sampai adu jotos. Akhirnya tak bertegur sapa.  Bahkan menjadi dendam kesumat sampai  ajal menjemput.

Padahal, dalam hubungan sosial, tetangga adalah orang  terdekat dibandingkan dengan kerabat sendiri,  yang mungkin tinggal berjauhan. Andai terjadi apa-apa, tetanggalah yang duluan datang membantu.

Islam mengajurkan agar menjaga hubungan antar sesama, termasuk  tetangga. Sebab, manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa hidup sendirian tanpa dibantu orang lain.

Dalam hadist Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, “Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari  akhir, maka muliakanlah tetangganya.”

Ulama Syafi’iyah dan Hambali berpendapat, yang menjadi tetangga  adalah 40 rumah dari segala arah (depan belakang  kanan dan kiri).

Tetapi  supaya tidak melebar kemana-mana, dalam bahasan ini saya batasi pada lingkup tetangga yang berbatasan langsung saja.

Apabila dicermati lebih dalam, setidaknya ada 3 hal yang sering menjadi sumber konflik antar tetangga  Berikut ulasan dan cara penyelesaiannya.

Masalah Perbatasan

Masalah perbatasan  ini  acap kali menjadi pemicu konflik antar tetangga. Umumnya berawal dari: 

1. Saling Tuding Menyerobot Tanah Perbatasan.

Sebenarnya kasus perbatasan ini tak perlu terjadi jika kedua pihak mengedepankan dialog dengan kepala dingin. Tapi ini sulit terjadi. Sebab, masing-masing mengklaim paling berhak atas tanah yang disengketakan.

Yang namanya  membela hak  itu panasnya beda dari yang lain. Kadang-kadang belum sempat mengahadirkan penengah, salah satu numbur duluan.  Mereka belum sempat berpikir segala  sengketa pasti ada penyelesaiannya.

Cobalah  tenangkan diri, minta bantuan pihak ke tiga sebagai mediasi. Mulai dari tingkat bawah seperti  RT, kepala desa atau lurah. Bila menemui  jalan buntu, bawa ke jalur perdata. Toh negara kita berdiri di atas  hukum.

Tetapi ingat, apabila berurusan dengan hukum, apakah itu perdata atau pidana, muaranya,  “menang menjadi arang, kalah menjadi abu”. Begitu pribahasa kuno orang tua-tua.

Andaikan lahan yang diperebutkan hanya  satu  atau dua hesta , lebih baik berdamai saja. Saling maaf dan saling ridho. Tanah tak akan dibawa mati. Tetapi benar-benar ridho dari mulut sampai ke hati. Jangan sampai setelah  api padam puntung masih berasap”.  Artinya katanya damai, tapi tidak bertegur sapa.

2. Ketidaknyamanan

Ilustrasi bebagi buah-buahan dengan tetangga. (Foto NURSINI RAIS)

Ketidaknyamanan berpangkal dari banyak hal.  Di antaranya,

Pertama, tersebab pohon di perbatasan   yang sepanjang waktu menggugurkan daun. Hingga membuat pekarangan tetangga kotor, dan mengganggu pemandangan.

Dikasih tahu sekali dua tidak digubris. Giliran pohon mangganya berbuah dijual dan makan sendiri. Celakanya, sudah dapat sampahnya, korban dikasih label kejam pula. Bila sudah demikian,  lebih baik pokoknya ditebang saja. Belum lagi perkara comberan, dan sebagainya.

Ke dua, problem kandang hewan ternak yang dekatan dengan rumah tetangga. Hal ini tak bisa dianggap enteng. Apa pun alasannya.  

Gangguan yang ditimbulkan oleh kotoran ternak tidak hanya menyiksa penciuman. Tetapi juga menyebabkan polusi udara dan berdampak  pencemaran lingkungan, yang dapat menimbulkan penyakit.   Ironisnya dikasih tahu, pemilik  ternak malah marah.

Jika mereka tetap abai dengan masalah ini,  tetangga yang dirugikan bisa melakukan tuntutan atas perbuatan melawan hukum.   Sesuai dengan Kitab Undang-Undang  Hukum Perdata.

Pasal 1368

“Pemilik seekor binatang, atau siapa yang memakainya, adalah, selama binatang itu dipakainya, bertanggung jawab tentang kerugian yang diterbitkan oleh binatang tersebut baik binatang itu ada di bawah pengawasannya, maupun tersesat atau lepas dari pengawasannya.”

Pasal  1365

“Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.”

Terlepas dari masalah perbatasan, ada  lagi kasus lain yang tak kalah jahilnya. Seperti salah satu pihak suka bising. Bunyi musik kayak orgen tunggal KN 2400. Menyalakan motor bak pembalap kesiangan. 

Sehingga mengganggu ketenangan tetangga yang mungkin  sedang istirahat,  beribadah, atau ada anggota keluarganya yang sedang sakit.

Ke tiga  persoalan tersebut  bisa dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum.  Yang bersangkutan bisa saja berhadapan dengan hukum. Konsekwensinya  kembali ke menang-menang kalah.  Yang menang belum tentu tenang, yang kalah belum tentu pasrah.  

Padahal urusannya sangat mudah.   “Kalau Anda  tak sudi dijahati, jangan sekali-kali menjahati orang lain. Jangan hanya mau mencubit. Tetapi tak mau dicubit.”

3. Masalah Gosip,  Utang-piutang dan Lain-lain

Di daerah pedesaan, kadang-kadang gosip dilatari oleh kesenjangan sosial ekonomi.  Salah satu pihak serba kekurangan, yang lain lumayan berkecukupan. (Tidak kaya amat. Sebab kalau orang kaya bukan saingan mereka). 

Padahal, kalau kaum no have tadi bijak menyikapi, mereka bisa keciprat  kelebihan si tetangga. Contoh kecilnya, saat kurang duit bisa minjam. Kalau dia punya motor, pergi ngaji atau ke pasar bisa boncengan.  Dan lain sebagainya.

Sebaliknya tetangga yang berkemampuan, bisa numpang dari kekurangan tetangga lainnya. Dimintai bantuan memasak kalau kebetulan di rumah ada arisan atau sedekahan. Nitipkan anak  saat kita bepergian barang setengah jam. Hal ini belum tentu orang kaya mau melakukannya.

Parahnya  sudah tak punya, kurang tahu diri pula. Dikasih ngutang tidak mau bayar. Malahan menyalahkan si punya duit. Omong sana, gosip sini.

Mending tetangga yang digibahi baik-baik saja. Kalau gaung  umpatan sampai ke telinga dia  apa yang terjadi? Minimal kena labrak, berantam dan saling mengumbar aib.

Sialnya, tak jarang pula sekali tiga uang. Pihak  yang merasa diri kaya, suka sombong. Pamer duit banyak, beli itu beli ini, giliran tetangga minjam tidak mau ngasih. Biasanya penyakit ini melanda orang kaya baru (OKB).  

Kata orang bijak, jangan membanggakan kekayaan kepada orang miskin, jangan menceritakan kesehatan kepada orang sedang sakit. Jangan pamer  kebahagiaan kepada orang sedang kecewa. (Mudah-mudahan saya tidak salah).

Kesimpulan dan Penutup

Dari  ketiga penyebab konflik antar tetangga tersebut, yang paling  umum adalah point terakhir. Yaitu masalah Gosip,  utang-piutang dan Lain-lain. Mungkin termasuk perselingkuhan.

 Tetapi, jangan khawatir, penganut  paham ini hanya segolongan kecil saja.  Yang lainnya insyaallah berhubungan baik dengan tetatangga. 

Terutama tetangga saya. Walaupun ada sedikit ketidakcocokan, dicocok-cocokkan saja. Saya sudah lansia, mereka semuanya masih muda. Anggap saja doi-doi itu baru belajar bersosialisasi. 

Demikian 3 Penyebab konflik antar tetangga yang perlu diwaspadai. Sejatinya kasus tersebut tak perlu terjadi  jika semua pihak  saling mengerti dan saling menghargai dan sama-sama menanggalkan egoisme.  Kata Pak Ustad, obatnya gampang. Tingkatkan iman dan taqwa,  salat yang benar, perbanyak belajar agama dan amalkan, jadilah pribadi pemaaf. 

Terakhir mohon maaf, tulisan ini tidak bermaksud menggurui. Hanya opini pribadi berdasarkan pengalaman di lingkungan. Semoga bermanfaat.

Baca juga:   

****

 Penulis,
Hj. NURSINI RAIS
di Kerinci, Jambi

49 komentar untuk "Ini Dia, 3 Pemicu Konflik Antar Tetangga yang Perlu Diwaspadai"

  1. Bener semua bunda, denger-denger ada sebuah cerama yang mengatakan jika pohon yg buahnya menjulur kepekarangan orang, itu sudah menjadi haknya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga kita jauh dari konflik dengan tetangga ya, ananda Srie. Mereka adalah orang terdekat kita. Setiap hari ketemu dan saling curhat. Terima kasih telah mengapresiasi. Selamat pagi. Selamat beraktivitas.

      Hapus
  2. semoga kita selalu dipertemukan dengan tetangga2 yang memiliki positiv vibes ya bunda

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amin, ya Allaah. Andai merekz kurang baik, kita berusaha mengukirnya menjadi baik. Terima kasih telah singgah. Selamat siang. Doa sehat untuk keluarga di sana ya.

      Hapus
  3. Betul semua ulasan nya bunda. Kadang karena perbatasan lahan jadi malah cekcok.

    Bisa juga karena hal yang sepertinya agak sepele, pohon mangga tetangga masuk ke lahan kita, sampah daun jadinya kita yang bersihkan, eh giliran buah lalu minta sedikit malah disuruh beli. Mau dipotong dahannya yang masuk tapi dia ngomel-ngomel.🤣

    Giliran kita pelihara ayam lalu ayamnya masuk ke pekarangan nya marah marah, katanya banyak eek nya 😂

    BalasHapus
    Balasan
    1. He he .... Rupanya penyakit bertangga itu beda-beda tipis. Tinggal kita menyikapi. Masalah pohon itu sangat sering menjadi masalah. semasa kecil saya sering disumpahin sama tetangga. Buah dukunya nongol ke pekarang kami saya ambil. Dia marah. Makin dimarahi kian saya ambil pakai galah. sampahnya kita yang nyapu. Terima kasih, Mas Agus. selamat malam. Salam dari jauh.

      Hapus
  4. ketiganya benar banget....
    di kampung, masalah gosip biasanya yang utama .... 😁😃

    BalasHapus
    Balasan
    1. He he .... Banget, Mas Tanza. Terima kasih telah menanggapi. Selamat malam. Terima kasih telah singgah. Doa sehat dari jauh.

      Hapus
  5. Hehe pemicu konfliknya memang valid bu nur tp pemicu untuk lebih harmonis kpda tetangga lebih banyak deh drp harus konflik2 aplg dgn tetangga

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kadang kita sudah berusaha menimbang perasaan tetangga. Namun dianya yang sengaja mancing2 masalah. Selamat sore, cucunda. Maaf telat merespon.

      Hapus
  6. Ah jadi pengen curhat deh, bundaaa... tapi takut malah disangka buka aib.. hiks..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, bisa menahan ajakan untuk bergosip. he he .... Selamat malam, ananda Naia. Terima kasih telah singgah.

      Hapus
  7. konflik dengan tetangga memang tiada habisnya. Syukur-syukur dapat tetangga yang baik. Terkadang susah bisa akur.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amin, ananda Akuwiki. Konflik dengan tetangga adalah kisah kuno tetap terkini. He he .... Terima kasih telah singgah. Doa sehat selalu untukmu di sana ya

      Hapus
  8. Saya tinggal di gang, Bu ... urusan seperti di atas itu memang gampang sekali memicu masalah. Misalnya di sini itu justru Pak RTnya yang suka nyanyi2 pake perangkat orkesnya dengan suara keras sekali hingga tengah malam huhu. GImana ya, terpaksa ditelan saja. Belum pula maslah2 lain :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iihh ... Itu yang sering terjadi. Kita berusaha menjaga ketenangan dsn kenyamanan mereka. Dianya yang tak mau mengerti. Jangan2 waktu salat pun dia tetap bunyi musik sekeras2nya. selamat sore. Mbak Mugniar.

      Hapus
  9. Hueheheheh, numpang ngikik bentar boleh ya Bund?
    Karena memang yaaaahhh begitulah seni hidup dengan MANUSIA.
    kayaknya lebih gampang hidup berdampingan dgn kucing wkwkw.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Karena memang yaaaahhh begitulah seni hidup dengan MANUSIA.
      kayaknya lebih gampang hidup berdampingan dgn kucing wkwkw.>>>> setuju, ananda Nurul. Tinggal bagaimansk kita menyikapi. Selamat malam, terima kasih telah singgah.

      Hapus
  10. Makasih sudah berbagi Bunda...nah aku ini niih yang tipikal jarang banget netangga, tapi ya namanya manusia pasti ada aja ya itu poin ketiga..heuheu...nggak papalah dinikmati aja, insyaAllah selalu jadi bahan pembelajaran (Lita_bubuonett@blogspot.com)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tanpa adanya poin ke tiga negeri tidak akan rame ya, ananda df. Terima kasih telah singgah. Doa sehat selalu untuk keluarga di sana.

      Hapus
  11. Hihihi, konflik bertetangga memang selalu saja ada. Komunikasi memang perlu dijaga, ya Mbak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepakat, Mbak Novi. Terima kasih tanggapannya. Selamat siang.

      Hapus
  12. Benar sekali Bunda, masalah perbatasan, tanah tidak akan dibawa mati. Kalau di sekitar saya yang sering menjadi konflik bab ini. Apalagi tinggal di desa yang saling bedempetan tanahnya, bisa jadi masalah besar kalau masing2 pihak tidak saling rida. Kami lebih senang mengalah dan berbagi untuk masalah tanah ini agar tidak menimbulkan perseteruan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama, ananda Ulfah. Kami juga banyak mengalah. Untuk apa mempertahankan tanah sejengkal dua jengkal, tak akan dibawa mati. terima kasih telah singgah. Salam sehat buat keluarga di sana.

      Hapus
  13. Bismillah jadi ladang pahala ya ibu, dulu Saya Suka nggak enak hati tapi Makin kesini Makin mengikhlaskan. Biarkan saja asal mereka senang hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau kita ikuti emosi, setan terus menghasud supaya kita tetap memberontak. Maklum, namanya mempertahankan hak. Tapi itulah gunanya kita belajar agama. Ikhlas menerima kenyataan adalah jalan terbaik. Biar tidak stress. Selamat malam ananda Aisyah. Salam ikhlas sampai akhir. he he....

      Hapus
  14. Masalah ternak ini pernah kejadian di lingkungan saya, Bu. Kami tinggal di lingkungan cluster yang tidak berpagar. Seorang tetangga punya hobi pelihara ayam, sedangkan tetangga yang lain hobi tanam2. Masalah bermula ketika ayam dilepaskan dari kandang dan mengobrak-abrik tanaman mahal. Wah, diem-diemannya sampai sekarang, karena yang punya ayam masih merasa sakit hati. Saat itu ia terpaksa jual ayamnya supaya si tetangga yg punya tanaman ini puas.

    Jadi rupanya kedewasaan itu tidak tergantung usia ya, Bu.. Padahal kalau saat itu perselisihan dihadapi dengan kepala dingin, saya yakin semua masih bisa menjalani hobi masing-masing.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, ini dia. Masalah yang paling sering terjadi. Terutama bagi warga yang tinggal di perumahan. Di tempat anak saya di kota Jambi, yang punya ayam tukang buah. Yang merasa terganggu oleh si ayam seorang polisi. Duh ..., teganya dia menghina pemilik ayam. Tukang buahnya tak melawan.

      Sebenarnya masalahnya bisa dikomonikasikan secara baik2. Misalnya, suruh kandangin ayamnya. Anehnya setelah polisi itu pindah, rumahnya dikembalikan dan dihuni emaknya. Antara si emak dengan tukang buah hubungannya seperti ibu dan anak. Apa2 kesulitan si nenek, tukang buah yang membantu. Selamat malam, ananda Arinta. Maaf .... Gosipnya kepanjangan. He he ...

      Hapus
  15. Punya tetangga baik itu berkah yang luar biasa ya mbak, Alhamdullilah tetangga terdekat rumah baik semua meskipun ada juga yang cepat emosi kalau ada sesuatu tapi basicnya baik kok dan orangnya mudah minta maaf kalau sadar dia yang salah. Beberapa kali justru masalah dari tetangga yang agak jauh dari rumah tapi hobi pelihara ayam dan burung merpati, soalnya kalau di perumahan menganggu sekali karena luas halaman terbatas.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Baik-buruknya tetangga tergantung kita memandangnya. Asal judulnya bergaul pasti ada gesekan-gesekan kecil. Tapi tinggal kita menyikapi dengan pikiran positif. Mana ada manusia sempurna kita sendiri juga jauh dari sempurna. Selamat berakhir pekan, Mbak Mutia. Salam dari jauh.

      Hapus
  16. nah... betul tuh mba, sepedes-pedesnya sambel lebih pedes lagi omongan tetangga wkwkkwwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. He he ... Kalau dapat tetangga yang mulutnya yudes dan mau menang sendiri, ya, makan hati berulam jantung. Kadang-kadang kita selalu mengalah dan mengalah. dia tetap saja semaunya. Terima kasih telah berkenan singgah, Mbak Nunu. Selamat berakhir pekan.

      Hapus
  17. hehe benar banget yang ibu tulis disini
    hidup bertetangga terkadang rentan konflik juga ya bu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Mbak Dee. Tinggal kita menyikapi. Kadang konflik bisa mengajarkan kita agar sering-sering kokeksi diri. Terima kasih telah singgah Selamat berakhir pekan.

      Hapus
  18. Hidup bertetangga itu memang kudu ada seninya ya, Bunda..
    Karena aku tinggal di tempat yang mayoritas orang yang sudah pensiun, jadi relatif lebih mudah beradaptasi dan minim konflik.
    Walau kekurangannya, anak-anakku jadi sering dilarang.
    Heehe...maklum, orangtua kalau lihat anak-anak aktif suka reuwas.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah ternyata ada enaknya tinggal bersama nenek-nenek ya. He he ... Betul sekali, ananda Lend. Kalau kebanyakan pasangan muda, kadang - sering terjadi persaingan yang tidak perlu. Kalau tetangganya nanam bunga dibilangnya sarang ular. dll sebagainya. Selamat berakhir pekan. Terima kasih tanggapannya

      Hapus
  19. Bener banget nih, mbak. Kehidupan bertetangga ini kadang memang penuh dinamika ya. Kadang saling membantu tapi bisa juga terkena konflik. Bagusnya sih kita selalu menjaga hubungan baik ya sama tetangga

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya, kuncinya untuk mengurangi konflik kita harus jaga jarak. tidak terlalu akrab, tidak juga terlalu jauh. Sedang-sedang ajah. Terima kasih telah singgah Mbak Atung. Selamat berakhir pekan.

      Hapus
  20. Hidup bertetangga emang berjuta ceritanya ya, Bu.
    Sebagai orang yang introvert, saya dan suami jarang gaul dengan tetangga. Dulu waktu tinggal di Brunei juga rumah kanan kiri kosong dan dengan yang lain jauh juga jaraknya jadi kaya nggak punya tetangga hihihi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wow ... pernah tinggal di Brunei ya, ananda ulfa. Kalau mau aman ya, maunya begitu. Kurangi bergaul. Tetapi serba sulit juga. Terlalu individualis juga kurang bagus. kecuali jarak rumah kiri kanan berjauhan. Seperti di Brunai itu. Terima kasih telah menanggapi. Selamat berakhir pekan.

      Hapus
  21. sebagai orang yang rumahnya di kanan kiri depan belakang adalah rumah-rumah yang dikontrakkan dengan penghuni yang silih berganti, aku merasakan nikmatnya punya tetangga super baik sampai tetangga yang super rese'. haha... karena rumah di kanan, kiri dan depan belakang kami semua rumah yang sedang dikontrakkan, jadi seru tiap penghuninya ganti. Memang harus banyak-banyak sabar.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah ...,itu yang paling asyik. Kita banyak tahu budaya dari bermacam-macam suku. Terima kasih telah berkenan singgah Mbak Wiwid. Selamat berakhir pekan.

      Hapus
  22. Bener banget sih bu, hubungan bertetangga itu gampang-gampang mudah. Aku sih termasuk cuek, maksudnya nggak terlalu anggap pusing sama kelakuan tetangga, asal nggak keterlaluan. Kalau udah keterlaluan bisa bertanduk dan ngomel2 juga. Memang kudu sabar dan dawa ususe kalau kata orang Jawa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju, Mbak Marita. Gak terlalu ambil pusing dengan kelakuan tetangga. Asal tidak merugikan dan mengganggu kita saja. Kita juga belum tentu sempurna. Terima kasih tanggapannya, selamat berakhir pekan.

      Hapus
  23. Hidup bertetangga emang banyak kisahnya ya, Bu. Konflik kadang ga bisa dihindari tapi sebaiknya sih kita bukan jadi pemicunya. Terutama nih kalau di lingkungan saya adalah masalah utang tak dibayar. Duuuh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masalah utang piutang juga cukup sensitif untuk memicu konflik antar tetangga. Kalau saya, sekali dua kali saya biarkan saja. Untuk selanjutnya kalau dia datang lagi, disedekahkan saja alakadarnya. Minimal 10 rb. terima kasih telah mengapresiasi. Selamat pagi

      Hapus
  24. Ada lagi mbak, masalah kepo mengkepo haa haa. Kalau sudah saling ingin tahu urusan orang lain nih bisa bikim ribut. Apa lagi yang mulutnya gak bisa direm. Berantem deh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sekali, Mbak Deris. Di antara sekian banyak tetangga, pasti ada yang suka kepo. Kadang segala masalah dari luar sampai ke dalam rumah tangga orang dia tahu duluan. Tapi oknum begini jumlahnya tidak banyak. terima kasih telah singgah. Selamat pagi.

      Hapus
  25. Masya Allah Ibuuuk.. saya suka kalimat akhirnya. 'Tidak apa, saya anggap mereka masih belajar bersosialisasi.'

    Padahal kebanyakan orang malah akan berpikir, 'Dasar anak sekarang tidak punya sopan santun.'

    Tapi ibu beda, memberikan udzur pada tetangga. Wajib saya teladsni ini ☺️

    BalasHapus