Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menjawab Keluhan Pemilik Toko Sepi Pembeli

Uncategorized

“Kini ekonomi semakin sulit. Terlebih selama pandemi corona, pembeli sepi. Biaya hidup tinggi.  Beda dengan dahulu, orang-orang desa kalau belanja sekali banyak,” curhat Lis salah satu pedagang kelontongan di kota Sungai Penuh.

Keluhan serupa sering juga dilontarkan oleh pedagang lain di Kota yang sama. Bukan hanya zaman sekarang, tetapi sejak belasan malahan dua puluhan tahun  terakhir. 

Ujung-ujungnya,   yang dikambinghitamkan kondisi perekonomian masyarakat yang tidak baik-baik saja, akibat salah urus oleh penguasa sebagai pihak yang paling bertanggung jawab.

Saya mengamini. Bukan tanpa alasan. Buktinya beberapa tahun terakhir  toko-toko di kota banyak yang tutup. Dikasih pamplet “Dikontrakkan”’ ada juga  merek “Dijual.”

Wajar, sudah bertahun-tahun  nilai jual hasil tani terpuruk.  Karet satu-satunya periuk nasi andalan sebagian besar masyarakat  Provinsi Jambi dihargai  murah.  Kopi murah, kayu manis murah, gabah murah. Sedangkan harga pupuk terus meroket. Meski ada pupuk subsidi kadang-kadang sering kebobolan, alias kurang tepat sasaran.

Mirisnya, 3 bulan terakhir harga cabe  malah terhempas. Pernah di bawah 10 ribu / kilogram di tingkat petani. Sangat tidak wajar dan tak seimbang dengan biaya produksi. Apalagi jika dibayar dengan tetesan keringat bapak dan ibu tani.

Meskipun harus diakui juga pada masa-masa tertentu bumbu dapur yang pedas-pedas enak itu sempat menyentuh angka 100-an ribu. Itu hanya momen langka. Paling sekali  dalam dua tahun.

Syukur, sekarang produk  pertanian Kerinci sudah mulai agak naik.  Terutama kayu manis, salah satu ikon komuditi masyarakat  Kerinci. Di  daerah  persawitan, petaninya justru bisa tersenyum manis, karena harga kelapa sawit melejit ke level  Rp 2 ribu lebih per kilogramnya.

Namun, sebagian oknum pedagang  di Pasar (Kota Sungai Penuh /ibu kota kabupaten Kerinci)  tetap saja mengeluh, karena tokonya sepi pengunjung. Mereka menuding penyebabnya daya beli masyarakat yang rendah.

Jika ditelusuri lebih detail patut diduga, kasus toko-toko di kota sepi  pembeli disebabkan banyak hal. Khusus sebagian toko di Kota Sungai Penuh di antaranya:

Alasan pertama toko di kota sepi pembeli:  Masyarakat pedesaan tak banyak berbelanja di kota

Ilustrasi Keluhan Mengapa Sebagian Toko Sepi  Pembeli  

Dahulu, setiap tanggal muda saya belanja sebagian keperluan dapur untuk stok sebulan. Di luar sayuran dan benda lainnya yang tak bisa disimpan lama. Belanjanya di Pasar. Sebab, selain  tarifnya  lebih murah, barang-barangnya relatif lengkap dibandingkan di desa.

Sekarang, justru berbanding terbalik. Belanjaan ada yang dibandrol  lebih murah di desa daripada di desa.  Minyak goreng  Bimoli spesial kemasan 2 liter, di Pasar Rp 32 ribu. Di desa kami cuman Rp 30 ribu. Setidaknya setara.  

Begitu juga barang-barang lain seperti diterjen, gula, susu dan sebagainya. Memang selisihnya paling seribu dua ribu. Tapi itulah seninya berbelanja. Ngapain beli di kota. Menghabiskan energi.

Alasan ke dua toko di kota sepi pembeli:  Di desa, barang dagangan diantar langsung ke toko-toko

Ilustrasi Keluhan Mengapa Sebagian Toko Sepi  Pembeli 

Tak dapat diingkari, seiring perkembangan zaman, pertokoan bertumbuh dari kota sampai ke desa. Toko eceran dan grosir bak jamur di musim hujan.

Tak heran, sekarang di desa segala keperluan sehari-hari  tersedia dalam jumlah yang cukup bahkan melimpah ruah. Mulai bahan makanan, pakaian model  terkini, bahan bangunan, sampai ke berbagai kuliner.

Pedagang  pedesaan tak perlu lagi mendatangkan barang tokonya  dari kota.  Distributor mengantarnya langsung ke alamat.  Para pemilik warung kecil yang agak terpencil pun diuntungkan oleh kondisi ini.  Mereka bisa beli barang di toko grosir desa yang dapat dijangkau pakai motor. 

Otomatis ongkos transportasi bisa ditekan bahkan dinolkan. Kebanyakan para pedagang desa punya ruko sendiri. Tak heran tarif penjualan bisa lebih murah atau menyesuaikan dengan harga barang di kota.

Alasan ke tiga toko di kota sepi pembeli:  Pedagang Online yang menjamur

Ilustrasi Keluhan Mengapa Sebagian Toko Sepi  Pembeli 

Era digital ini, belanja online sudah merupakan bagian dari gaya hidup masyarakat.  Apa pun  jenis barangnya. Tapi yang paling umum bagi masyarakat pedesaan adalah pakaian dan kosmetik.  Ini yang membuat sebagian pedagang baju offline di kota  lelah bin lemas.

Di samping harganya wajar bahkan  lebih murah, konsumen tak perlu pergi ke kota sekadar membeli pakaian dan kosmetik. Walaupun diakui juga belanja online itu ada plus minusnya.

Beli baju offline pun punya sederet kelemahan.  Tabiat  orang toko pakaian di  kota kami, pasang tarif dagangannya sampai dua kali lipat. Terlebih musim mendekati  lebaran. Mau nawar terlalu rendah, tidak enak.

Intinya, kini  transaksi apa yang tidak bisa via udara. Tetangga saya pedagang bahan bangunan, barang  tokonya  sebagian didrop dari Jakarta. Lagi-lagi ordernya lewat tol  langit. Minimal 5-6  hari belanjaan sampai ke alamat, diantar truk raksasa. He he ....

Broker ayam potong pun dimudahkan oleh transaksi serba online. Begitu duit disetor, sang broker tinggal mengikuti  instruksi perusahaan. Silakan dijemput  ke kandangan A, kandang B, kanda C, dan titik-titik lainnya yang memasuki masa panen.

Alasan ke empat toko di kota sepi pembeli:  Dampak dari alih generasi

Ilustrasi Keluhan Mengapa Sebagian Toko Sepi  Pembeli 

Seiring membaiknya taraf pendidikan, generasi muda banyak yang pintar dan kreatif.  Mereka sudah pandai berdagang.  

Kalau dahulu kebanyakan pedagang barang bangunan hanya di kota dan dimonopoli oleh saudara kita orang Tionghoa. Kini toko-toko  mereka sudah banyak yang gulung tikar. Karena peluang sudah digenggam oleh pedagang yang bertoko di desa.

Demikian juga halnya dengan pedagang kuliner.  Warga desa  tak lagi fanatik pada produk kota. Karena generasi pedesaan kini  sudah banyak yang pandai memasak.

Saran dan penutup

Supaya kondisi tidak berlarut-larut, pedagang dituntut untuk berinovasi dan  pandai beradaptasi. Terakhir mohon maaf, tulisan ini hanya opini pribadi. Bukan maksud menggurui. Mudah-mudahan masalah sepi pembeli ini tidak berlaku di semua daerah. Termasuk di tempat Anda.

Demikian tiga alasan kenapa toko offline di kota sepi pembeli. Sebenarnya banyak alasan-alasan lain. Namun hanya 4  ini yang terpantau secara kasat mata.  Semoga bermanfaat. 

Baca juga: 

****
Penulis,
Hj. NURSINI RAIS
di Kerinci, Jambi.

 

28 komentar untuk "Menjawab Keluhan Pemilik Toko Sepi Pembeli "

  1. Memang dagang akhir akhir ini agak menurun, bukan cuma dampak korona sih tapi sebelum korona itu juga begitu.

    Dagang ramai itu waktu zaman presiden SBY yang jabatan kedua, laris manis banyak yang beli, tapi sejak Jokowi jadi presiden agak menurun entah apa sebabnya.

    Ditambah lagi sekarang beli barang bisa lewat online.😂

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, Mas Agus. Zaman itu harga karet mencapai 20 ribu per kilo. Tentu berpengaruh terhadap daya beli masyarakat. Selamat sore. Terima kasih telah singgah.

      Hapus
  2. Emang valid sih jawabannya nek, tapi saya tambahin 1 yah karena di masa pandemi ini orang banyak yg kesulitan materi jadi kenpa toko sepi yah karena pembeli juga gak punya duit

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju, cucunda. Terima kasih ulasan tambahannya. Doa berkah untuk keluarga di sana ya

      Hapus
  3. Aktial nih, kayaknya bukan di sungai penuh aja yang sebagian toko sepi pembeli, semenjak pandemi, di tempat saya juga sepertinya mengalami hal serupa..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tapi di Rimbo Sekarang petani mulai bisa tersenyum, Mas Warkasa. Harga sawit naik, getah juga lumayan. meski jauh dari idealnya, khususnya di tingkat petani. Selamat sore. Terima kasih partisipasinya.

      Hapus
  4. Alasan yang ketiga mengena banget tuh mba Nur, banyak yang beralih menjadi pedagang online, bahkan tidak sedikit yang menggunakan ig sebagai sarana jual belinya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih, Mas Kuanyu. Selamat kembali ke "pangkuan ibu pertiwi". Kemana saja selama ini? Kami semua kehilanganmu. He he .... Betul, Mas. Sebenarnya saya juga minat berbisnis online. Tapi saya mengidap penyakit gaptek. Selamat sore. Doa sehat untuk keluarga di sana ya.

      Hapus
    2. he-he, mba Nur bisa saja, lagi ada kerjaan mba, jadi engga bisa menulis untuk waktu yang cukup lama, tapi syukurlah sekarang udah ada waktu senggang lagi, ayo mba di coba bisnis online juga, barangkali bisa berhasil, he-he, doa sehat juga untuk keluarga mba di sana

      Hapus
    3. He he ... Gsk tahu caranya, Mas. Kalau ada yang membimbing barang sekali saja, pasti bisa.

      Hapus
  5. setuju, 100% benar.....
    cost atau harga adalah kunci utama dalam bisnis, ditambah pula mudah mendapatkannya di pedesaan.

    👍👌

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih telah singgah, MasTanza. Selamat malam dari tanah air.

      Hapus
  6. Kadang kalo diperkampungan ada seseorang yang berinovasi nggak lama pasti ada yang ngejiplak bund.

    BalasHapus
  7. Benar, ananda Radhika. Ada cucu bunda awal pandemi dia bisnis macam2 makanan untuk sarapan, camilan siang, buah2an, sayuran. Diantar langsung ke alamat. Khusus radius 4-5 km. Laris msnis. Eh ..., buaaanyak orang sekitar yang meniru. Akhirnya gultik. Selamat pagi, ananda Radhika. Terima kasih telah singgah.

    BalasHapus
  8. Mungkin juga karena udah banyak yang kenal online Bu, apalagi nih, pasar online tuh menawarkan barang yang lebih murah.
    Dan yang pasti memang butuh inovasi sih ya, karena dunia udah makin berkembang, dan bikin konsumen lebih milih inovasi terbaru :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, ananda Rey. Kata tetangga yang biasa belanja online, udah ditambah ongkir, harga masih lebih murah. Terima kasih telah singgah. Selamat beraktivitas. Doa sukses untukmu di sana.

      Hapus
  9. sekarang memang serba susah bu nur
    coronces membuat banyak orang kehilangan pekerjaan sehingga berpengaruh terhadap daya beli
    saya juga kasian kalau toko sekarang sepi
    orang-orang soalnya beli yang mereka butuh aja engga nyetok
    kalao habis baru beli

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah itu dia , Mas Ikrom. Belanja sedikit2 cukup di desa saja. Ngapain pergi ke kota. He he .... Terima kasih telah singgah. Selamat sore. Doa sukses untuk Mas Ikrom selalu.

      Hapus
  10. Efek banyak toko online pedagang offline tersenyum getir. Berdagang sekarang kalau tidak bisa membaca peluang bakalan gulung tikar.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kasian toko offlinenya ya, Mas Herman. Mudah2an kondisi getir ini cepat berlalu. terima kasih telah singgah. Doa sehat untuk kita semua.

      Hapus
  11. mungkin bisa mengikuti perkembangan dan perubahan kebiasaan ya mbak. Karena sekarang pembeli sukanya yang praktis bisa disiasati dengan COD yang jualannya diiklankan di sosmed. Soalnya banyak jg teman FB yang punya toko sembako menyediakan delivery order gitu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sependapat, Mbak Anggun. Semakin ke sini masyarakat suka yang praktis2. Selagi ada yang mudah, Kenapa cari yang ribet. Terima kasih telah mengapresiasi. Doa sehat untuk kita semua ya, Mbak.

      Hapus
  12. Bemranfaat sekali Nek, memang permasalahan belanja desa dan kota ini patut diperhitungkan, karena berimbas pada perekonomian masyarakat menengah ke bawah.

    Sekarang aja banyak Mall tutup di kota saya, karena sepi pembeli Nek.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Daya beli masyarakat kota banyak sedikitnya dipengaruhi oleh ekonomi masyarakat petani. Kalau barang petani mahal, mereka juga ke kota membelanjakan uangnya. Selamat pagi ananda Teddy. Terima kasih atensinya.

      Hapus
    2. Sama-sama ya Nek
      Seru baca-baca Blog Nenek

      Hapus
  13. Pola belanja masyarakat sudah berubah, betul apa yang disampaikan Bu Nur, pedagang dituntut untuk berinovasi dan pandai beradaptasi karena pola belanja Konsumen juga berubah.
    Indonesia bukan satu satunya yang terdampak, hampir semua pola berekonomi di beberapa negara juga berubah. Terima kasih sharingnya Bu Nur, salam sehat dan selamat beraktifitas.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Karena masyarakat memilih cara yang nyaman untuk membelanjakan uangnya. Disertai dengan perhitungan yang matang. Terlebih emak-emak. He he ... Selamat malam, Pak Eko. Terima kasih telah singgah.

      Hapus
  14. Apapun keadaan nya warga dunia kena sabar dan tabah hadapi dugaan

    BalasHapus