Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ini Bedanya Adat Pernikahan Bajapuik di Pariaman dan "Nambah" di Kerinci

 
Ilustrasi: Adat Pernikahan Bajapuik di Pariaman dan Nambah di Kerinci (Foto pengantin perpakaian adat Minang) 

Tradisi Bajapuik di Pariaman

Bajapuik adalah adat pernikahan yang berlaku di salah satu  daerah Sumatera Barat, tepatnya di Padang Pariaman.  Japuik bahasa Minang, artinya jemput. Dibubuhkan awalan “ber” = berjemput = bajapuik.

Dalam praktiknya, pihak pengantin perempuan memberikan  sejumlah uang kepada pihak mempelai laki-laki,  yang dimaknai sebagai uang jemputan. Orang tua dan keluarga merasa hina jika anak laki-lakinya menikah tanpa bajapuik.  

Tarif uang panjapuik  (penjemput)

Besaran nilai jemputan itu relatif. Tergantung kesepakatan, situasi dan kondisi. Biasanya, semakin tinggi status sosoial calon mempelai laki-laki, kian tinggi uang jemputannya. 

Misalnya, seorang dokter atau insinyur yang sudah bekerja dan berkedudukan penting, jemputannya tak mungkin sama dengan cowok kebanyakan.

Bajapuik adalah suatu kewajiban

Tradisi bajapuik ini merupakan suatu kewajiban bagi masyarakat Pariaman yang melangsungkan pernikahan, sesuai adat perkawinan yang telah berlangsung  turun temurun. Tidak boleh tergerus oleh zaman. 

Pertanyaannya, bagaimana jika pihak orang tua dan keluarga perempuan   tidak mampu atau tidak berpunya. Sementara sepasang  kekasih kebelet mau nikah. Saya sering mendengar bisik-bisik tentang  kasus ini. 

Ada juga pihak ceweknya  berasal dari keluarga kaya, tetapi  tak mau manjapuik, dengan berbagai alasan. Umpanya mereka merasa hina jika jodoh anaknya dibeli. Lazimnya benturan seperti ini pengantin perempuannya non Pariaman. 

Andaikan menemui jalan buntu begini, kedua pengantin bisa mengakal-akali. Calon mempelai pria memberikan uang kepada wanitanya secara diam-diam.  Uang itulah dijadikan untuk jemputan, sebagai formalitasnya saja. Tetapi rahasia tak boleh bocor.   

Pernah juga  wanitanya Pariamaner, prianya dari suku lain. Keluarga cewek menawarkan sejumlah uang jemputan.  Cowoknya menolak dan berdalih, dirinya merasa direndahkan karena menikahi seorang gadis dengan cara dibayar. Meskipun pada hakekatnya bajapuik bukan berarti dibeli. 

Ada apa dengan tradisi bajapuik

Logikanya, tidak masalah dengan tradisi bajapuik.  Yang penting  ada kesepakatan antara kedua belah pihak. Yang berkepentingan mampu untuk menunaikannya. 

Kecuali ada unsur keterpaksaan. Hingga menimbulkan mudarat. Misalnya pihak perempuan sampai gadai menggadai dan jual menjual. Atau terlibat pinjaman Online dan sejenisnya. 

Yang menarik, setelah menikah duit  jemputan itu dikembalikan kepada pengantin perempuan saat anak daro jo marapulai menjalang mintuo (pasangan pengantin berkunjung kerumah mertua). 

Tradisi "Nambah" di Kabupaten Kerinci

Ilustrasi: Adat Pernikahan Bajapuik di Pariaman dan Nambah di Kerinci (Foto Pengantin berpakaian adat Kerinci)

Puluhan tahun terakhir, tradisi bajapuik juga menjamur di desa  X  di Kabupaten Kerinci. Masyarakat setempat mengenalnya sebagai upaya “nambah”, yang dapat dimaknai sebagai memberikan uang tambahan. 

Bahasa kasarnya,  orang  tua calon pengantin minta dikembalikan dana yang telah mereka keluarkan untuk menyekolahkan anak lelakinya. 

Kemunculan yang dimunculkan

Nambah bukan budaya dalam pernikahan di Kerinci. Ia muncul karena dimunculkan. Praktiknya sama dengan bajapuik. Sebelum akad nikah, orang tua pengantin perempuan memberikan sejumlah uang kepada orang tua laki-laki. 

Bedanya, kalau bajapuik dilakukan secara resmi dan terbuka, maka nambah dilakukan tertutup. Nilainya tergantung kesepakatan.

Khusus bagi golongan tertentu

Nambah hanya berlaku bagi golongan tertentu saja. Umpanya, jika pengantin cowoknya sarjana, berstatus Pegawai Negeri. Karena bagi calon mertua di pedesaan umumnya, PNS  merupan menantu idaman. 

Maklum, untuk merebut tiket PNS itu pun bukan perkara mudah. Diperlukan perjuangan yang berdarah-darah baik moril maupun materil. 

Tradisi nambah berpotensi menimbulkan kesenjangan sosial. Hanya anak  perempuan yang orang tuanya berduait yang kebagian jodoh  Pegawai Negeri. 

Namun,  jodoh Tuhan yang ngatur. Sebagian anak cowok ada juga yang ingkar. Dia tetap kuekueh menikahi wnita pilihannya, meskipun tanpa nambah. 

Sebagai informasi tambahan, jika di Pariaman uang panjapuik dikembalikan kepada pengantin perempuan, maka uang nambah di Kerinci menjadi milik orang tua pengantin laki-laki.

Penutup  

Itulah uniknya Indonesia. Kaya budaya banyak tradisi, yang belum tentu dimiliki oleh bangsa lain. Setiap daerah punya tradisi masing-masing yang tak boleh dipertentangkan, dan dibesar-besarkan. Justru inilah yang membuat negeri tercinta ini indah, lain dari yang lain. 

Begitulah bedanya  adat pernikahan bajapuik di pariaman dan nambah di kerinci. Semoga bermanfaat

Baca juga: 

*****

 Penulis,
Hj. NURSINI RAIS,
di Kerinci, Jambi

8 komentar untuk "Ini Bedanya Adat Pernikahan Bajapuik di Pariaman dan "Nambah" di Kerinci "

  1. Terima kasih Bu Nur, menambah wawasan budaya prosesi pernikahan di Pariaman dan Kerinci. Bersyukur sebagai warga bangsa yang penuh keberagaman. Yang penting nilai filiosofi dan ketentuan adat dilaksanakan dengan ikhlas dan hormat.
    Semoga Ibu sehat selalu.
    Hormat saya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih juga doanya Mas Pudji. Selagi tidak memberatkan dan bertentangan dengan nilai agama yang kita anut, tak ada salahnya tradisi itu dilestarikan ya, Mas Puji. Terima kasih telah singgah. Lama kita tak saling kunjung. Doa sehat untuk keluarga di sana.

      Hapus
  2. Setiap tradisi selalu memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri dan hal itu pula yang selalu mengundang pro dan kontra.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju, ananda Radhika. Terima kasih telah mengapresiasi. Maaf telat merespon.

      Hapus
  3. Terima kasih untuk ulasannya bu Nur, bermanfaat🤝

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih kembali, Mas Warkasa. Terima kasih juga telah mengapresiasi. Selamat pagi.

      Hapus
  4. Terkesan Sama tapi sebenarnya sangat berbeda yaa bu Haji.😁😁 Semuanya ada adap dan peraturannya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itulah yang membuat Indonesia jadi berwarna ya, Mas Satria.

      Hapus