Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ngumpul Lebaran tanpa Judul

Uncategorized

 Ilustrasi  Ngumpul  Lebaran tanpa Judul (foto keluarga)

Hari ke 10 pasca Idul Fitri, saya  baru bisa bernapas lega. Cucian sudah kelar,  perabot-perabot telah  kembali ke posisi semula. Begitu juga   sprey tamu,  uda dicuci dan diseterika. Mulailah saya merakit kisah ngumpul lebaran tanpa judul ini.

Seru-seruan selama 3 hari

Selama  hari raya, 3 keluarga berkumpul jadi satu. Dua anak dua menantu plus lima cucu. Hm ... Suasana rumah kami jadi rame. 

Di antara lima cucu,  hanya satu yang agak  bertidak  dewasa.  Dua balita, dua  masih gokil, suka mengganggu adiknya.  Ada-ada saja  materi bahasannya. Kadang-kadang cuman gara-gara masalah sepele. Kata adiknya, “Bunda tuh anak Ayuk kan Kak.”

Kakak protes, “Bukan, Dek.  Kamu tuh yang anak Bunda. Kita berempat anak bunda  semua.”

Seisi rumah tertawa.  Si Ayuk tetap  ngotot kalau Bundanya anak dia. Ujung-ujungnya nangis .... Belum lagi rebutan mainan, rebutan mau tidur  di samping ayahnya. Wow .... Rame kayak di pasar  obral. 

Kisah seru ini  hanya berlangsung 3 hari. Kemudian mereka kembali ke rantaunya masing-masing. Tinggallah nenek dan kakek ini  menatap sepi. Kadang-kadang berteman, sesekali musuhan. He he ....

Situasi  ini telah saya prediksi dari awal, tepatnya semasa anak-anak saya  masih kecil. “Hari tua saya  bakal kesepian, kerena jauh dari anak cucu.”

Alasan simpel tapi pelik

Jadi ingat saran almarhum Emak. Beliau  lebih dulu mewanti-wanti  agar saya tidak ikut prgram KB. Banyak anak banyak rezeki,  kamu  bakalan senang di hari tua.” Saya menanggapinya   senyam senyum. Meskipun dalam hati mau protes.

Alasannya simpel tetapi pelik. Semasa anak-anak masih balita, susah mencari pengasuh. Di desa tak ada orang yang mau jadi ART. Kecuali keluarga sendiri. Saya dan suami sama-sama bekerja. Saya malah  sibuk parah kerja, kerja, mencari duit. Pulang mengajar nyambi jadi tukang jahit. Pernah juga buka salon. Dua-duanya lumayan laris.

Makanya saya membatasi dua anak saja.  Kini si sulung, cewek  usianya  44  tahun, 1 anak. Bungsu cowok 40 tahun anaknya 4.

Zaman kini, kesepian di hari tua adalah hal lumrah. Tetangga saya punya anak 9.  Saat tua,  mereka juga  tinggal berdua. Anak-anaknya  sudah   menikah dan punya kehidupan masing-masing.

Harus bagaimana lagi. Zamannya memang begitu. Setelah berumah tangga anak-anak berusaha  mandiri, ingin segera punya rumah sendiri.  Minimal  ngontrak.

Beda dengan orang dahulu. Anaknya banyak,  kemandirian ekonominya lamban.  Sudah bertahun-tahun menikah masih tinggal bersama orang tua. Tak heran. Dalam satu ruangan ada dua atau tiga ayunan bergelayutan.

Menunggu momen sekali  setahun

Setiap usai lebaran saya dan suami  harus bersabar  dan berharap tahun depan bisa berkumpul kembali. Meskipun kami  sesekali  bisa berkunjung, tetapi dalam situasi terpisah. Sebab mereka tinggal di dua kota berbeda.  Kalau kangen paling VC. Tetap saja  kurang seru. Rasanya pertemuan fisik tak tergantikan  oleh alat secanggih apapun.  

Dua pesanan satu selera

Hari-hari menunggu kedatangan mereka. Dua-duanya minta dimasakin menu favorit masa kecilnya. Untung, selera mereka hampir sama.  Tak heran, karena mereka dibesarkan dalam keluarga yang sama. Karena manusia itu tumbuh, berkembang,  dilatih dan dididik oleh lingkungannya.

Karena kami tinggal di sekitar Danau Kerinci  dan sawah, makanan  masa kecil mereka kebanyakan berbagai jenis ikan danau, siput air tawar (takuyung),  lokan, belut, dan lain-lain. 

Sayurannya  bervariasi.  Daerah kami juga dilingkungi pegunungan dengan  tanah yang amat subur. Tetapi sayuran genjer  yang tumbuh di sawah tak pernah terlewati masuk list pesanan menunggu mereka pulang. Katanya, genjer yang  membesarkan mereka punya cita rasa yang  khas, yang belum  mereka temui di daerah lain.

Semua pesanan mereka saya tunaikan.  Rasa capek saya memasak terbayar,  melihat mereka menyantap masakan emaknya ini dengan lahap. Rupanya, kedua menantu juga beradaptasi dengan selera pasangan mereka masing-masing.

Penutup

Ketika  mereka bongkar-bongkar bawaannya, saya dan Ayahnya juga   tenggelam dalam kegembiraan. Beragam oleh-oleh beronggokan di atas karpet. Mulai pakaian sampai kue lebaran. Baju yang lama masih bagus, yang baru menyusul setiap tahun.  Sudah dikasih tahu  beli pakaian cukup satu saja.   Mereka tak peduli.

Mungkin dia  lupa kalau emaknya  ini sudah tua, dan tidak banyak lagi beraktivitas di luar yang memerlukan pakaian agak bagus. 

Demikian curhatan ini ditulis untuk memulai  lembaran baru di blog celotehnur54 pasca lebaran.  Semoga bermanfaat. Terima kasih.

aca juga:

*****

 Penulis,
Hj. NURSINI RAIS
Kerinci, Jambi
              

14 komentar untuk "Ngumpul Lebaran tanpa Judul"

  1. Es genial pasar esas fechas con quienes amas. Te mando un beso.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sekali sahabat ku Alexander. Terima kasih telah berpartisipasi. Selamat malam.

      Hapus
  2. Selamat menyambut lebaran buat Ibu Nur sekeluarga.
    Maaf zahir dan batin.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ucapan yang sama Ami.
      Maaf juga lahir dan batin.

      Hapus
  3. Waah ramai ya bu Nur.. Selamat hari raya Idul fitri 1445 H. Mohon maaf lahir batin..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ucapan yang sama, Mas Warkasa. Maaf juga lahir dan batin.

      Hapus
  4. Lebaran menjadi moment yang begitu penting dan menggembirakan
    bisa kumpul bersama
    Walau rumah jadi ramai dengan tingkah anak kecil yang suka berisik, kadang berantem berebut mainan hehehe
    Ah genjer, dulu di kampung saya dianggap aneh jika makan genjer. Dan saya suka banget dengan genjer.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah. Meskipun anak2 sudah berumah tangga, setiap lebaran mereka pasti pulang, ananda. Eh..., genjer itu bagus untuk kesehatan lambung.

      Hapus
  5. Anda beruntung bisa menikmati waktu berkualitas (quality time) bersama keluarga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, faktanya begitu, Mas Tikno Terima kasih keunjungan

      Hapus
  6. Aisssh selalu ramaaaai dan meriah tiap lebaran ya bunda ☺️.. apalagi kalo dah ada cucu2. Ramaaaai itu mereka 😄.

    Saya pun dah prepare kalau tua nanti anak2 saya pasti terbang jauh juga. Krn memang kami sekeluarga terbiasa hidup jauh dari orang tua. Pernah ngobrol dengan suami, hayuk lah kita tetap traveling di masa pensiun. Mumpung anak2 sudah lepas tanggungan. Dia pun setuju Krn memang traveling itu dah passion kami berdua. Makanya apa yg kami prepare skr, memang utk mewujudkan impian jalan2 nantinya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itu sudah pasti, ananda Fanny. Terlebih jika anak2 diberikan pendidikan yang tinggi. Mereka percaya diri untuk hidup mandiri.

      Ananda Fanny dan suaminya memang terlahir dengan genre traveling. Didukung pula dengan kemampuan finansial. Semoga program hari tua terwujud semua. Amin.

      Hapus
  7. Kegembiraan bersama keluarga yang penuh dengan berkah ya. Aamiin....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amin, Mas Muhaimin. Kebanyakan memang begitu. Setelah tua tinggaal

      Hapus