Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Setop Berpikir Menjual Rumah! Sebab ...

Ilustrasi Setop berpikir menjual rumah (Foto NURSINI RAIS)
 
Rumah adalah kebutuhan  utama selain sandang dan pangan,  yang biasa disebut kebutuhan primer.  Tanpa itu, manusia tidak bisa bertahan hidup.

Tak heran tradisi di pedesaan khususnya di daerah saya,  setiap pasangan yang sudah menikah, setelah terpenuhi kebutuhan perut dan baju, target utama yang mereka sasar adalah membangun rumah.

Hal ini mungkin beda dengan sebagian masyarakat perkotaan yang lebih mementingkan beli mobil pribadi ketimbang membeli rumah.

Hal ini syah-syah saja. Tergantung kemauan masing-masing. Yang sering menjadi problem, sudah punya rumah, malah mikir mau menjualnya. Dengan alasan yang kadang-kadang hanya untuk mengatasi problem sesaat.

Dikit-dikit mau jual rumah. Kepept dikit jual rumah. Padahal satu-satunya aset yang mereka punya adalah rumah tempat dia dan keluarganya berteduh. 

Ada cerita lucu keluarga suami saya. Dia 6 bersaudara. Ayahnya sudah lama meninggal. Suatu hari dia ngusul ke ibunya, “Mak, rumah ini kita jual aja. Buat modal buka restauran. Sewa tempat sekalian untuk kita tinggal. Ntar kalau beruntung kita beli lagi.”

Belum sempat emaknya menjawab, suami saya protes.  “Apa katamu? Mau jual rumah? Memang seberapa pengalamanmu buka restoran.  Bla ..., bla ...,”

Rupanya sudah sering dia merengek minta jual rumah. Tapi emaknya selalu menolak dan menolak. Dengan 2 alasan. Pertama, rumah itu satu-satunya tempat beliau sekeluarga berteduh. Alasan ke dua, katanya  menjual rumah itu termasuk perbuatan celaka. Itu saja.

Sebelum Menjual Rumah, Berpikirlah Seribu Kali 

Maaf, bukan bermaksud  ikut campur urusan rumah tangga orang. Tetapi terkait dengan judul  setop berpikir menjual rumah, sebab .... Nah, tentu ada yang bertanya sebabnya apa? Saya coba kemukan alasannya berdasarkan pengalaman.

1. Sudah dijual Susah Beli Ganti

Alkisah dua orang terdekatku.  Yang satu sepupu saya. Bercerai dengan suami lansung jual rumah. Alhasil, nikah lagi,  uang habis. Numpang sama mertua.

Lima  tahun kemuadian suami  barunya meninggal.  Sampai kini kehidupannya  luntang lantung tanpa rencana yang jelas.

Yang lainnya alasan kepepet. Padahal zaman itu orang lain juga banyak  menghadapi kesulitan.  Ketika transaksi saya menolak dimintanya   jadi  saksi, supaya dia membatalkan niatnya. Dia tetap bersikeras.

Riwayat rumah dan uang penjualannya berakhir tanpa terganti. Giliran anak-anaknya punya duit, berkali-kali dia melobi empunya supaya rumah itu bisa dia  beli kembali.

Dia harus gigit jari. Pemilik barunya tak mau melepaskannya lagi. Padahal rumah tersebut kosong tidak dihuni.  Lokasinya strategis, dahulu sepi kini sudah ramai.  Untuk itu, kalau sudah punya hunian sendiri, setop  berpikir menjualnya kembali.  

2. Khusus di Pedesaan, Rumah  Adalah Harga Diri

Di pedesaan,  selain untuk tempat bertahan hidup, rumah merupakan salah satu lambang harga diri. Nikah sudah puluhan tahun, udah punya anak dan cucu belum punya rumah, mereka akan diejek. Kecuali dia menjanda.  Atau keluarga pendatang. Bukan penduduk asli.

Saya pernah dicurhatin sama teman seprofesi. Dia punya anak cowok satu-satunya kecewa pada seorang gadis teman kuliahnya. Sebut saja namanya Cantik.  Kata dia, setiap anaknya coba PDKT, Cantik selalu cuek bahkan menghindar.

“Saya bilang ke anak saya, ‘Ngapain kamu minder sama dia. Emaknya udah puluhan tahun nikah belum punya rumah.’  “ Subhanallah.

Ini adalah untuk kesekian kalinya saya mendengar ocehan  sinis yang ditujukan kepada orang tua  Cantik. Kadang-kadang  yang mencemooh keluarganya sendiri.

Beda dengan masyarakat perkotaan, tinggal di kontrakan  adalah hal lumrah. Di desa tempat saya berdomisili  hampir tak tersedia rumah kontarakan.

Kalau belum punya rumah saja jadi ocehan kiri kanan, apalagi sudah jual rumah tidak sanggup beli lagi. Oleh sebab itu, kalau sudah punya, setoplah  berpikir untuk menjualnya kembali. 

Menjual Rumah Bukan Tabu, Asal ada Pengecualiannya 

Sejatinya mau beli atau jual rumah bukanlah tabu. Ini adalah masalah pilihan. Tergantung individunya. Hanya kadang-kadang menjual rumah itu lebih besar mudhorat ketimbang manfaatnya bagi empunya. Kecuali:

1. Bukan Rumah Hunian Pribadi dan tidak Produktif

Berbicara masalah rumah bukan hunian dan tidak produktif, yang terbayang di benak kita adalah rumah nganggur tanpa memberikan manfaat bagi pemilikya.

Dikontrak tidak, ditinggali tidak, karena empunya memiliki hunian lain. Daripada lapuk tak karuan, lebih baik dijual saja. Terus uangnya bisa diinveskan pada hal  bermanfaat dan menguntungkan.  Sekiranya milik bersama (warisan) segera bagi-bagikan pada yang berhak.

2. Lokasi  tidak Nyaman

Menyangkut kategori   tidak nyaman ini meliputi rumah tinggal  yang  berada pada daerah banjir, lingkungan yang tidak sehat semisal berdekatan dengan pabrik dan kawasan pembuangan sampah. Sehingga membuat penghuninya sering sakit-sakitan.

Acap kali juga penghuni rumah tidak nyaman dengan tetangga sebelah. Menurut saya masalah ini bisa diatasi. Singkirkan ego. Kalau ada kesalahan-kesalahan kecil maafkan saja. Anggap saja angin lalu dan ajang koreksi diri. Mulailah dari diri sendiri. 

Setiap tetangga itu punya kelebihan dan kelemahan masing-masing. Kita pribadi tidak pernah luput dari kesalahan. Sebab kesempurnaan itu  hanya milik Allah.

Terakhir perlu diingat, sebelum memutuskan menjual rumah, rencanakan dengan matang, bulatkan tekat  untuk membeli lagi. Kalaupun nilai penggatinya tidak  lebih bagus  daripada  sebelumnya, minimal setara dengan rumah yang telah dijual.

Demikian saran saya, supaya Anda  stop berpikir untuk menjual rumah.  Khususnya bagi kalian yang sudah memilikinya. Semoga bermanfaat. 

Baca juga:   

****

Penulis,
Hj. NURSINI RAIS
di Kerinci, Jambi

49 komentar untuk "Setop Berpikir Menjual Rumah! Sebab ... "

  1. Benar banget bu nur,, ortu saya juga abiss jual rumah karena, ada sesuatu yg gak nyaman,, kayak ada mahluk lain yg mengganggu,, tp emang sih sudah lama skli mau pindah k rumah yg lebih dekat dengan kerabat

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selamat malam, ananda Fahrul. Ya. Kalau alasan tidak nyaman, dan tak ada alternatif lain, mau tidak mau. Harus dieksekusi. Tapi ingat. Pasang tekat untuk segera beli pengganti . Selamat malam, ananda fahrul. terima kasih telah singgah.

      Hapus
  2. Sangat setuju bunda nur, biarpun rumah yang kita miliki itu sangat sederhana, asal masih memilikinya kita masih punya tempat untuk pulang tanpa memikirkan uang sewa bulananan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar, ananda Srie. Rjmah kalau dijual untuk menutupi kebutuhan konsumtif, susah bisa beli ganti. Terutama bagi kita yang eknomi pas2an. Buktinya sudah banyak. Kecuali jual rumah lama, beli ganti yang baru dan Cantik. Terima kasih telah singgah. Selamat pagi.

      Hapus
  3. Bener Bu Bur, rumah adalah salah satu kebutuhan pokok. Sandang, pangan dan papan. Jadi rumah adalah Home Sweet Home, tempat suka duka, cerita gembira dan sedih menyatu. Berpikir panjang untuk menjual rumah, kecuali sesuai saran Ibu, bukan rumah prduktif dan tidak nyaman. Selamat beraktifitas Bu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih telah singgah, Pak Eko. Pengalaman berbicara begitu. Setelah jual rumah, duit habis. Terutama mereka yang ditinggalkan mati oleh orang tua. Mereka tak bisa apa2.

      Hapus
    2. Siap Ibu. Pelajaran yang berharga

      Hapus
  4. Saya tinggal di kampung dan ngga ada niat jual rumah sama sekali. Kami tiga bersaudara sudah punya rumah masing2. Mama sekaramg tinggal di rumah adik. Tapi beliau juga tidak mau rumah yg dulu ditempati ortu dijual. Supaya tidak nganggur rumah itu kami sewakan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Keren, ananda Nisa. Selagi bisa disewakan untuk apa rumah dijual. Rumah orang tua itu kebanggaan anak2. Selamat malam, terima kasih telah mengapresiasi.

      Hapus
  5. Bu Nur, ini insight baru buat saya loh.
    Makanya ya, setiap orang yang ketemu itu, selalu kepo nanya.
    Kamu tinggal di rumah sendiri atau ngontrak.

    Kadang kesal sih ya, itu kan pertanyaan privacy, tapi ternyata memang hal itu udah terbiasa seperti ini ya.

    Kalau saya, punya rumah, memang sebaiknya jangan dijual, karena rumah itu kayak apa ya Bu, udah melindungi kita setiap saat, rasanya udah menyatu, terus kita jual, jadi membayangkan tuh rumah bakalan patah hati banget hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pertanyaan begitu anggap saja sebagai motivasi, ananda Rey. Zaman sekarang beli rumah tidak sulit. Tidak nunggu uang cukup. Sekedar DP aja udah bisa memiliki rumah. Yang penting ada cadangan buat bayar cicilan. Di Jambi rumah kredit buanyak banget. Murah dan terjangkau. Selamat pagi ananda Rey. Terima kasih telah mengapresiasi. Foa sehat untuk keluarga di sana.

      Hapus
  6. ya benar, SETUJU banget......

    meskipun sudah 15 tahun di Amerika, Alhamdulillah masih punya gubuk di Indonesia.... Tidak pernah punya niat menjualnya.

    # Terima kasih atas tulisannya, semakin memperkuat keyakinan kami tentang hidup harus punya rumah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tos ..., Mas Tanza. Hujan emas di negeri orang hujan batu di negeri orang, enakan di negeri sendiri. Kalau suatu saat pulkam, lebih nyaman nginap di rumah sendiri daripada numpang sama sanak keluarga. Selamat pagi dari Tanah Air. Doa sehat untuk keluarga di sana ya.

      Hapus
  7. jika sudah punya rumah, rawatlah rumaitu sperti diri sendiri ya bu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju, Mas Fajar. Terima kasih telah mengapresiasi. Selamat pagi. Doa sehat untuk keluarga di sana ya.

      Hapus
  8. Terima kasih sudah membagikan tulisan ini, Bu. Saya termasuk yg berencana menjual rumah, krn letaknya jauh dr tempat kerja shg kecil kemungkinan utk ditempati. Tapi mau dijual juga msh ragu krn rumah2 yg letaknya dekat dgn tempat kerja justru harganya jauh lebih mahal, shg kami ragu apa bisa kebeli rumah lg? Hehe maaf Ibu saya jadi curhat. Salam kenal Bu semoga sehat selalu :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tak apa-apa, ananda Dessy. Salah satu gunanya Blog memang untuk media curhatan.

      Nah, ini sebuah dilema ya. Tapi kalau rasanya ragu dan belum punya uang untuk tambahannya, sebaiknya ditunda dulu rencananya. Sebab, jika jual rumahnya duluan cari duit tambahannya belakangan, rencana awalnya sering meleset. Uang diparkir di bank bukannya tambah banyak. Tapi nilainya makin kecil. Terlebih, jika ada peristiwa atau kejadian mendadak di negara kita. Misalnya situasi politik dan sebagainya, sehingga berefek pada jatuhnya nilai rupiah. Wah .... Sebiji rumah yang dijual belum tentu dapat gantinya satu kamar. Maaf nenek ini terlalu ikut campur. Bukan maksud menggurui ya. He he .... Biasanya pengalaman begitu. Terima kasih telah mengapresiasi. Selamat pagi. Doa sehat untuk keluarga di sana.

      Hapus
    2. Iyaa benar juga Bu...
      Terima kasih atas pencerahannya Bu :)

      Hapus
  9. Wah, baca postingan ini, aku juga nggak tertarik kalo misal rumah ayah ibuku tiba-tiba dijual. Lebih baik aku pakai sendiri karena tempatnya juga strategis dan nyaman.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mantap, ananda Einid. Rumah orang tua itu adalah kebanggaan bagi anak-anaknya. Memang oknum yang punya hobi jual-menjual itu ada. Tetapi jumalhnya tidak banyak. Terima kasih telah singgah. Selamat malam. Salam Sehat dari jauh.

      Hapus
  10. Suami juga dulu menjual rumah karena alasan kesehatan bapaknya yang menurun, mungkin karena jaraknya terlalu jauh, sampai2 beliau masuk RS karena jantung koroner dan nyaris pasang ring. Syukurnya semua sudah dipikir matang2 dan suami tipe orang yang matang dan sangat rajin menabung, jadi begitu balik lagi ke Jakarta, kami bisa membeli kavling yang kemudian kami bangun sendiri ala kadarnya (asal gak kehujanan dan kepanasan), karena sadar mengontrak di Jakarta itu lebih mahal ketimbang DP rumah. Setelah rumah jadi, kami niatkan menabung untuk bisa merenovasinya dalam 5 tahun ke depan, Alhamdulillah Allah mudahkan. Niat dan usaha memang harus sejalan dengan do'a, karena semua gak mungkin bisa terlaksana tanpa seizin Allah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Subhanallah. beruntung suamimu dikaruniai pikiran yang jernih, danrajin menabung. Betul di kota provinsi saja kontrak rumah mahal. apalagi di Jakarta. Kalau punya duit , enak bangun sendiri. Biar sederhana yang penting tak mikir bayar kontrakan. Kalau ngontrak itu aneh. Waktu berjalan terasa cepat. Rasanya baru beberapa bulan sudah bayar, Kemudian datang lagi tagihan tahun berikutnya. He he .... Yang penting kita syukuri apa yang ada. erima kasih ananda Naia. Maaf baru sekarang direspon. terlewati kek nya.

      Hapus
  11. Sungguh insights yang sangat berharga. Saya sendiri karena WFH dan pandemi ingin mencoba menekuni dunia properti, dan saya pribadi tahu ada banyak orang yang menjual rumah bukan karena investasi atau setelah pertimbangan matang. Alhasil sekarang justru dalam kesulitan besar. Apa yang dikemukakan mbak Nur selaku penulis memang ada benarnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhasil sekarang justru dalam kesulitan besar. >>>> mungkin mereka mengira membeli rumah pengganti itu seperti beli pisang goreng. He he ... Biasanya mereka yang cepat2jual rumah hunian pribadi itu oknum yang tak biasa mengalami hidip susah. Selamat pagi, Mas Adi. Terima kasih telah singgah. Salam sehat buat keluarga di sana ya.

      Hapus
  12. Wah, Nek. Saya rumah aja sekarang masih ngontrak, belum kepikiran buat jual rumah (rumah siapa juga? 😩). Yang pasti, kalau mau jual rumah gitu mending udah ada gantinya dulu ya, tempat tinggal kan termasuk kebutuhan primer ya. Minimal harus punya planning apa yang mau dilakukan setelah jual rumah..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Awal berumah tangga memang kita belum punya rumah, ananda Ima. Lambat laun asal ada rezeki pasti punya. Kami dulu juga ngontrak. Terima kasih telah mengapresiasi. Doa sehat untuk keluarga di sana ya.

      Hapus
  13. Sepakat eyang... Selama tidak dalam kondisi yang sangat urgent jangan deh jual rumah. Alhamdulillah kalau rumah lebih dari satu, rumah yang lain bisa dikontrakkan dan jadi produktif. Apala

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terlebih rumah yang kita tinggali. Kalau dijual suliiit dapat ganti. Kecuali dengan perhitungan yang matang. Atau beli ganti duluan baru rumah lama dijual. Selamat sore, ananda. Doa sehat untuk keluarga di sana ya.

      Hapus
  14. MasyaALLAH TabarokALLAH, saya selalu mendapatkan insight yg menariiikk banget tiap kali baca postingan Ibu Nur.

    Memang masalah rumah ini sangat personal sekali ya Ibu.
    Ada yg seumur hidup ogah beli rumah, karena ga mau bayar pajak, biaya perawatan, dll.

    Tapiii, saya masuk barisan yg berprinsip bahwa punya rumah a.n sendiri tuh penting banget! Alasannya, persis sebagaimana yg Ibu jabarkan.

    Sehat selalu yaaa :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amin, ananda Nurul. Di kota ngontrak adalah hal lumrah. Tapi kalau di desa, agak kurang lazim. Kecuali keluarga yang baru nikah. Selamat sore ananda. Terima kasih telah singgah. Salam sehat buat keluarga di sana ya.

      Hapus
  15. Ibu... saya jadi tersadar nih baca tulisan ibu karena kami keluarga besar punya rumah juga dan ingin saya kalau misal saya dan kakak kakak udah meninggal biarlah untuk anak anak kami kelak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mantap, ananda. Menjual barang yang ada itu gampang. Yang susah itu membelinya. Apa lagi rumah warisan adalah kebanggaan orang tua kita. Selamat sore, ananda Maria. Salam sehat buat keluarga di sana ya.

      Hapus
  16. Yes...benar banget, jangan mudah menjual rumah karena susah untuk dapat rumah lagi apalagi di kota setiap tahun harga rumah selalu membumbung tinggi apalagi ditambah fasilitas yang oke, semakin tak terjangkau.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, ananda Mutia. Kami orang desa tidak sanggup beli rumah di kota. Paling rumah kredit. He he ... Selamat sore. Doa sehat untuk keluarga di sana ya.

      Hapus
  17. Ternyata rumah adalah harga diri ya bu, pantes ibu Saya nggak mau menjual rumahnya, kalau pikiran simple anaknya biar saja dijual uangnya buat ibu juga, tapi memang beda pendapat sih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ibumu orang hebat, pikiran panjang. Apalah arti uang digenggaman. Dibandingkan kebanggaan punya rumah srndiri. Selamat sore, ananda Aisyah. Terima kasih telah singgah

      Hapus
  18. Ayahku udah meninggal mbak. Aku juga bilang ibuku jual rumah aja. Nanti beli yg kecil. Kembaliannya putar buat modal. Ibuku juga menolak... Wkwkkw emang harus berpikir 10000 kali untuk jual ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau jual rumah berpikirnya lebih dari 100000, Mbak Jihan. Apalagi orang tua masih hidup. Mau sakit, mau kencing dan berak di celana, karena terlampau tua. Tiada yang larang. Coba numpang di rumah menantu. Wow .... Aps yang terjadi.

      Hapus
  19. Di kultur masyarakat kami, menjual rumah itu adalah jalan terakhir jika memang sudah tidak ada jalan keluar lain lagi untuk mengatasi permasalahan finansial. Yang agak mengenaskan, beberapa kisah yang terjadi adalah rumah tinggal disita oleh bank karen atidak mampu membayar utang. Itu bebannya jauh lebih pedih daripada menjual rumah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yang agak mengenaskan, beberapa kisah yang terjadi adalah rumah tinggal disita oleh bank karen atidak mampu membayar utang. Itu bebannya jauh lebih pedih daripada menjual rumah.>>>woduh ..., itu malah lebih stress. Makanya ngutang dan nganggun rumah di bank kalau tak ada tujuan yang jelas dan tak ada penghasilan untuk nyicil, mikir dulu 20000 x. Selamat malam, ananda Rindang. Salam sehat buat keluarga di sana ya.

      Hapus
  20. Saya asli Purworejo. Di sana ada 2 rumah, 1 rumah bapak, 1 peninggalannya Uti. Walaupun bapak sekarang cuma sendiri, tapi beneran sih, ngga ada kepikiran untuk menjual salah satunya. Malah kalau ada rezeki, saya pengen beli rumah peninggalannya Uti untuk saya tinggali, biar bisa deket sama bapak. Cita-cita saya pengen balik ke kampung. Trus rumah yang di Solo buat investasi. Hihi... Doakan ya, Bunda.. Semoga mimpi saya bisa terealisasi.

    Soal pekerjaan, ngeblog insya Allah bisa dikerjakan di mana saja kan, asalkan ada internet mah. Suami saya arsitek, pun bisa kerja dari mana saja. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amin, saya doakan, Mbak Arinta. Supaya tercapai apa yang dicita2kan. Asal ada rencana dan bisa memej uang, insyaallah bisa tercapai. Selamat malam. Terima kasih telah mengapresiasi. Salam sukses selalu.

      Hapus
  21. Setuju banget, Bunda..
    Menjual rumah untuk membangun usaha itu baik, tapi tidak dengan menjual aset untuk membangun aset lain yang belum pasti juga..

    Untuk rumah yang sudah tidak produktif, memang alangkah baiknya dijual.
    Dulu, Bapak rahimahullah juga menjual rumah di Bekasi karena kalau dikontrakkan, selalu ada cost untuk biaya perbaikan, sesudahnya.

    Dan ini sangat gak berimbang dengan biaya sewanya.
    Kaya yang lelah mondar-mandir Surabaya-Bekasi. Karena juga gak mudah mendapatkan pengontrak yang amanah,

    BalasHapus
    Balasan
    1. Subhanallah. Bolak balik Surabaya Bekasi memang tidak mudah. Kalau begitu, sudah menambah kesibukan. Dijual adalah pilihan yang tepat bagi Bapak. Selamat malam, ananda Lend. Doa sehat untuk keluarga di sana ya.

      Hapus
  22. Yang sering terjadi gadai rumah sih bu...karena beranggapaan kalau gadai masih bisa ditebus pdahl gadai rumah kalau sumber angsurannya ga jelas ya bisa aja loss itu rumah alis terjual tak kembali..emang untuk memutuskan melepas harta yg kita punya harus berpikir ribuan kali ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya, kalau dihadapkan pada 2 pilihan tersebut, mendingan digadai aja. Tapi kalau sumber angsuran tidak memungkinkan untuk bayar cicilan, susah juga. Terima kasih telah singgah. Selamat malam, ananda Bayu Fitri. Doa sehat untuk keluarga di sana ya.

      Hapus
  23. Iya ya, Bu. Pernah dengar nasihat, rumah itu memang aset, tapi disebut aset itu kalau bisa dijual...kalau dengan menjual rumah kita jadi nggak punya hunian, namanya bukan aset juga.. huhuhu, pelik.

    Saya beli rumah seken murah, memang tidak se-fancy rumah-rumah masa kini sih, tapi ini tempat kami membesarkan anak-anak alhamdulillah dinikmati saja.. :)

    BalasHapus
  24. Kalau rumah hunian, sedapat mungkin jangan sampai terjualan ya, Mbak. Meskipun rumah gubuk. Kecuali sudah disiapkan pengganti. Sejelek apapun, lebih nyaman tinggal di rumah sendiri. Terima kasih telah singgah. Doa sehat dari jauh.

    BalasHapus