2 Tradisi Unik dalam Prosesi Pelepasan Jenazah di Tanjung Tanah, Kerinci
Hari ini nulis apa ya. Tak ada hal menarik yang patut dikupas. Oh, ya. Daripada jadwal postingan ompong, saya coba berbagi tentang apa yang tampak di depan mata saja.
Tetangga Meninggal Dunia
Kemarin ada tetangga yang meninggal dunia, warga Simpang Empat Tanjung Tanah, Kerinci. Almarhum pergi dalam usia 49 tahun akibat sakit, meninggalkan seorang istri dan satu anak perempuan kelas 3 SMA
Saya Salut dengan cara masyarakat setempat menyikapi kematian. Sanak keluarga menghadapinya dengan sabar dan tenang, tanpa ratap dan tangis.
Namun ada 2 tradisi unik yang berlaku sejak lama dalam prosesi upacara pelepasan jenazah.
1. Pak Ustad mengajukan pertanyaan
Seperti biasanya, usai dimandi dan dikapani, mayat dibaringkan dalam keranda. Terus dibujurkan dihadapan pelayat.
Prosesi pelepasan diawali dengan kata sambutan dari salah satu keluarga atau yang mewakili. Terus berlanjut dengan pembacaan doa oleh Pak Ustad.
Selesai membaca doa, dalam suasana hening Pak Ustad mengajukan pertanyaan kepada pelayat, “Apakah ini mayit?” semua yang hadir menjawab, “Iya.” Pertanyaan dan jawaban serupa diulang-ulang sampai 3 kali.
Selintas, ritual itu tak ada apa-apanya. Namun bila diresapi secara mendalam, mungkin mengandung pesan terselubung (semoga saya tidak keliru), bahwa suatu masa nanti kita juga akan jadi mayat. Duh ..., membayangkannya jadi merinding.
2. Nyuhok
Selanjutnya jasat kaku itu siap diberangkatkan ke pemakaman. Namun sebelum diusung, ada satu lagi prosesi unik yang tidak pernah dilewatkan.
Mereka menyebutnya nyuhok. Jika dibahasaindonesiakan nyuhok artinya menyuruk, atau menyeluduk dengan merangkak atau membungkukkan badan pada ruang tertentu.
Caranya, keranda berisi mayat tadi diangkat agak tinggi. Kemudian beberapa anggota keluarga terdekat yang ditinggalkan berjalan membungkuk di bawah kolong keranda dari kiri ke kanan dan sebaliknya bolak balik hingga 3 kali.
Menurut filosofi orang tua-tua setempat, seremoni nyuhok bertujuan, agar keluarga yang ditinggalkan bisa melupakan kepergian si mayit. Sehingga tiada rindu untuk bertemu lagi.
Yang menarik, ritual nyuhok mayit ini juga berlaku pada sebagian masyarakat di kampung saya Pesisir Selatan, Sumatera Barat sana. Padahal daerah satu dengan lainnya beda lokasi, beda provinsi, dan beda budaya.
Zaman saya kecil, jika ada tetangga yang keluarganya meninggal, saat nyeluduk keranda saya tidak diajak. Sedih rasanya. Ha ha .... Sempat berpikir, “Kapan ya, giliran keluarga saya yang meninggal.”
Hayalan konyol bin gila. Namanya anak-anak. Tetapi sampai sekarang saya masih mengingatnya.
Barangkali, di daerah kalian juga menjalani tradisi nyuhok. Mungkin dalam membahasakannya berbeda-beda.
Kesimpulan dan Penutup
Tradisi mengajukan pertanyaan dan nyuhok jenazah ini dapat dimaknai sebagai kearifan lokal, yang dapat memperkaya khasanah budaya bangsa Indonesia. Untuk itu perlu dilestarikan.
Demikian 2 tradisi unik dalam prosesi pelepasan mayat di dusun Tanjung Tanah. Semoga bermanfaat. Terima kasih.
Baca juga:
- Rasakan Sensasi Staycation Kekinian dan Bermalam di Kebun Era 60-an
- Wow ...! Dompet Emak-emak Ini Penuh Sampah
- Berkunjung ke Istana Maimun? Cari Tahu juga Sisi Minusnya
*****
Penulis,
Hj. NURSINI RAIS
di Kerinci, Jambi
Sumber ilustrasi: Dokpri
Memang sangat unik dua tradisi itu. Yang pertama itu memang saya pun ikut merinding. Disebalik yang tersurat ada makna yang tersirat.
BalasHapusDisebalik yang tersurat ada makna yang tersirat. >>>> wow .... Kalimat seperti ini juga lazim digunakan di Indonesia, ananda Amie. Terima kasih telah singgah. Selamat pagi dari negeri jiran.
Hapus2 tradisi yang sama di daerah saya juga nek, tapi yg nyuhok tidak semua menjalaninya hanya orang-orang tertentu saja. ☺️ sukses untuk blognya nek 🤗🤗
BalasHapusTerima kasih, ananda Dinni. Nampaknya, budaya masyarakat Indonesia banyak juga yang mirip. Terima kasih telah singgah. Selamat beraktivitas. Salam sukses selalu untuk mu, Say
Hapusmantap bunda nur hampir sama dg tradisi ditempat saya🌸🌸
BalasHapusBetulkah, ananda. Iya. Itu membuktikan bahwa kita adalah bangasa yang sama. Bangsa Indonesia tercinta. Selamat siang. Doa sehat untuk mu sekeluarga.
BalasHapusbaru tahu ini, begitu kaya ya kearifan lokal di nusantara
BalasHapusFaktanyz begitu, Mbak. Terima kasih telah mengapresiasi.
Hapusyang namanya umur tak ada yang tahu, itulah takdir
BalasHapusSepakat, sobat. Terima kasih telah singgah.
HapusBaru tau, terimakasih untuk artikelmya Bu Nur..👍
BalasHapusTerima kasih kembali, Mas Warkasa. Selamat sore. Salam sehat buat keluarga di sana.
Hapuswah, jadi pengetahuan umum ni, untuk tradisi pemakaman didaerahnya bu , harus dijaga agar tak hilang dilekang waktu
BalasHapusSetuju, Mas. Terima kasih telah mengapresiasi. Doa sehat untuk keluarga di sana ya.
HapusKalo di daerah ku sepertinya tidak ada tradisi nyuhok Bu.
BalasHapusHe he ..... Di Kerinci sini masih banyak budaya lama tetap terjaga, Mas Agus. Terima kasih telah mengapresiasi. Selamat sore. Salam sehat buat keluarga di sana ya.
BalasHapusLain tempat lain budayanya. Yang pertama itu memang merinding
BalasHapusApakah di Malaysia sana juga begitu, ananda Sal?. Selamat malam minggu dari negeri seberang.
Hapusunik sekali tradisinya sebagai penghormatan terakhir
BalasHapustiap daerah memiiliki keunikan masing-masing ya bu Nur
setuju dengan kearifan lokal yang perlu dilestarikan....
BalasHapusthank you for sharing
Terima kasih, Mas Tanza. Betul. Supaya bangsa ini tidak kehilangan jati diri. selamat sore dari tanah air
HapusPertanyaan ustad itu pastinya lebih mengena pada kita yang masih di beri umur agar menjadi renungan...
BalasHapusBanyak arifan hidup dalam etos tradisi yang di lestarikan
Setuju, Psk sofyan. Umumnya di pedesaan itu banyak yang masih terjaga. Selamat sore.
Hapus