Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pantun | Ratapan Batin Perempuan Dimadu

 
Ilustrasi Pantun Ratapan Batin Perempuan Dimadu

Pantun, Ciri-ciri, dan Jenisnya

Pantun merupakan salah satu puisi lama. Setiap bait terdiri dari dari empat baris, bersajak a-b-a-b  ada juga yang berima a-a-a-a. 

Biasanya setiap baris pantun tersusun dari empat kata. Atau 8-12 suku kata. Baris pertama dan ke dua sebagai sampiran (tumpuan), baris ke tiga dan ke empat merupakan isi.

Berdasarkan isinya, pantun dikelompokkan  dalam beberapa jenis.

1.     pantun jenaka,

2.      pantun nasenat

3.      pantun muda mudi

4.      pantun teka teki

5.      pantun agama

6.      pantun adat

7.      pantun dagang

8.      pantun anak

Pantun pada Zaman Dahulu

Semasa saya kecil, pantun biasa didendangkan oleh emak-emak kampungku meninabobokan si kecil sambil mengayunkan buain.

Lucunya, anak gadis tidak diperkenankan oleh orang tuanya berpantun. Kalau ada yang berani melanggar, dianggap dia  gadis gatalan.  Sebaliknya larangan tidak berlaku bagi seorang janda.

Hal ini dapat dimaklumi. Sebab, era itu kebanyakan pantun  yang didendangkan beraroma romantis. Apabila dituturkan oleh anak perawanan, dianggap si cewek merayu lawan jenis. Meskipun ketika dia berpantun tiada lanang yang mendengar.

Sampai sekarang, gadis-gadis di sana telah terbiasa dengan pantangan tersebut. Mereka tak akan berani berpantun di sembarangan tempat. Kecuali  saat belajar puisi di sekolah. 

Pengakuan UNESCO

Kini zaman telah berubah. Siapa menyangka, organisasi  pendidikan, keilmuan, dan kebudayaan dunia (UNESCO) menetapkan pantun sebagai Warisan Budaya tak Benda Dunia.

Pengukuhan tersebut ditetapkan pada tanggal 17 Desember 2020, di Kantor Pusat UNESCO  di Paris Prancis (kwriu.kemdikbud.go.id, 18/12/2020).

Kalau UNESCO  saja respek terhadap pantun sebagai budaya bangsa kita, sudah sepantasnya kita lebih peduli dan harus bertanggung jawab untuk menjaga dan mengembangkannya.

Mumpung masih dalam suasana Hari Wanita Indonesia, untuk mengapresiasi dan mengenang perjuangan almarhumah perempuan yang paling berjasa dalam hidup saya, berikut saya coba merangkai sejumlah kata menjadi  9 bait pantun.

Barangkali bait-bait ini tergolong dalam pantun dagang. Kerena kata “dagang”  bersinggungan  dengan pekerjaan memikul, yang dalam kontek ini dimaknakan sebagai memikul beban batin.  Makanya saya beri judul:

Ratapan Batin Perempuan Dimadu

Banyak pahit perkara pahit
Tidak sepahit air empedu
Banyak sakit perkara sakit
Tidak sesakit kala dimadu

Pohon rambutan buahnya manis
Buah belimbing asam rasanya
Bangun malam duduk menangis
Tarbayang dirimu memeluk  dia

Minum jamu cap tiga dara
Bercampur dengan daun pepaya
Sungguh dirimu si raja tega
Tinggalkan  aku berbadan dua

Pergi ke sawah membawa cangkul
Pegawai kantor membawa pena
Betapa beratnya beban kupikul
Sudah miskin kau hina pula

Anak cina berbaju merah
Naik delman pergi ke pekan
Hatiku bingung tak tentu arah
Kaki melangkah tak tahu tujuan

Burung layang terbang rendah
Hinggap di ranting pohon jati
Dikala siang berteman gundah
Saat malam berteman sepi

Dayung perahu ke pulau banda
Perahu retak langsung tenggelam
Dahulu diriku kau puji-puja
Kini kau campak di tengah jalan

Musim hujan menjeput banjir
Musim kemarau keringlah kali
Aku menangis meratapi takdir
Yang lalu tak mungkin kembali lagi

Rasa  sedih tinggalkan duka
Hati kecewa menitip lara
Dalam hati kubisikkan doa
Semoga kau bahagia bersama dia

Sekian. Yuk kita kembangkan tradisi berpantun! Tunjukkan kepada dunia bahwa budaya ini milik bangsa kita yang diwariskan oleh para leluhur. Semoga bermanfaat. Dan Selamat Hari Perempuan Internasional sekaligus Hari Wanita Indonesia Tanggal 8 dan 9 Maret 2021.

Baca Juga:

****
Penulis,

Hj. NURSINI RAIS

di Kerinci Jambi

32 komentar untuk "Pantun | Ratapan Batin Perempuan Dimadu"

  1. Kerrreen pantunnya bund😁😉

    BalasHapus
    Balasan
    1. He he... Pantun nenek-nenek jadul, Say. Terima kasih telah mampir, Salam Jumat berkah.

      Hapus
  2. Sepertinya menyenangkan kalau bisa mendengar dan melihat langsung bagaimana tradisi pantun ini dulu ya Bu Haji.

    Walaupun terlambat, saya ucapkan Selamat Hari Perempuan Internasional sekaligus Hari Wanita Indonesia untuk Ibu Haji :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Asyik banget ananda Pipit. Tapi kini tinggal kenangan.

      Terima kasih, ananda. Selamat juga buat seluruh permpuan di sana ya.

      Hapus
  3. Balasan
    1. Terima kasih telah hadir Mas Warkasa. Salam sore.

      Hapus
  4. Balasan
    1. Terima kasih telah mengapresiasi, Mbak Nita. Salam dari jauh.

      Hapus
  5. Untuk yang mau lomba pantun boleh nih untuk referensi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Silakan saja, Mas Kuanyu. Ini pantun emak-emak kampung. He he ... Terima kasih apresiasinya.Selamat berahari minggu.

      Hapus
  6. Keren Bund.... Pantun itu susah karena banyak kaidah yg harus terpenuhi untuk menjadi sebuah pantun yang bagus...dan itu ada srmua di sini..

    BalasHapus
  7. Gak juga, ananda Pertiwi. Pantun modern tidak terlalu mengikuti kaedah-kaerdah yang kaku. Ini pun baru segelintir yang terpenuhi. Terimakasihya, telah hadir. Selamat berhari minggu. Salam sehat untuk keluarga di rumah.

    BalasHapus
  8. pantun yang membuktikan bahwa wanita memang TIDAK suka dimadu secara alami....

    Thank you for sharing

    BalasHapus
  9. Setuju,Mas Tanza. Wanita mana yang mau dimadu. Paling dalam seribu ada satu. Terima kasih telah hadir.Selamat istirahat di minggu nan cerah.

    BalasHapus
  10. Balasan
    1. Salam kenal juga Mas Widodo, Terima kasih telah berkenan hadir. Selamat pagi.

      Hapus
  11. Keren pantunnya... tapi nyesek ya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. He he ...Nyesek ... Terima kasih telah membacanya Bang Ancis. Doa sehat mengawali aktivitas.

      Hapus
  12. Tenyata zaman dahulu berpantun dilarang ya.. maklum juga sih karena adat istiadat juga yang sangat menjung tata krama.. oia pantunya bagus bagus bu haji. semoga selalu di beri kesehatan dan kesuksesan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amin.Mbak Grilee. Mungkin di daerah lain tidak ada larangan buat anak remaja perempuan berpantun ya,Mbak. Terima kasih telah berkenan singgah. Salam untuk keluarga di rumah.

      Hapus
  13. Wak pantunnya bagus sekali bunda, aku suka banget pelajaran bahasa Indonesia sejak kecil tp selalu kewalahan kalau disuruh buat pantun, ga pernah bisa, ga pandai merangkai kata yg akhirannya sama gitu, paling lemah pokoknya kalau disuruh buat pantun.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ananda Ursula bisa ajah. Nulis artikel bagus banget jauh lebih sulit daripada cipta pantun. terima kasih telah membaca pantun bunda ya. Salam hangat untukmu selalu.

      Hapus
  14. Ikut bangga sekali karena Pantun telah diakui dan ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia yang berasal dari Indonesia.
    Bunda pandai sekali dalam membuat pantun.. sebaliknya saya tidak bisa membuat pantun.atau puisi...salam.sehat selalu bunda.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, ananda Justcherry. Dunia mengakui. Kita harus menghidupkannya.

      Nulis artikelnya bagus. Kalau dicoba, pasti cipta pantunnya super bagus. Salam sukses untukmu selalu.

      Hapus
  15. mbak, ini kan pantunnya untuk perempuan dimadu.. harusnya sedih si ya, cuma dibikin pantun aku jadi ngakak :))

    maap ya mbak..

    mbak, blognya kok ga bisa di follow ya? Jadi ketinggalan tulisannya ni T.T

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih telah ikut ngakak, Mas Andie. He he ....

      Baru tahu saya, Mas. Kalau blog ini ga bisa difollow. Gimana caranya ya? Maklum nenek-nenek gapteg. Terima kasih telah mengingatkan. Selamat istirahat.

      Hapus
    2. Sippp, dah bisa mbak.. Buktinya ga gaptek tu :))

      Hapus
    3. He he .... Klik sana tekan sini, Mas Andie. Syukur bisa sukses. terima kasih telah membertaukan. Kalau tidak, saya tak perhatian pada masalah ini. Terima kasih tanggapannya.

      Hapus
  16. Dari kecil kita diajari sikap santun
    Supaya dewasa tidak sembarang tebar aksi
    Ada faedah besar saat kita berpantun
    Alam pikir ini bakal kaya dengan diksi

    Hehehe
    Salam Nek

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ahay .... pantun neneknya kalah sama pantun si cucu. Terima kasih telah mengapresiasi, ananda Ozy. Doa sukses untukmu selalu.

      Hapus