Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pengalaman Pertama Menggunakan Media Sosial Facebook, Asyik-asyik Baper

Ilustrasi Pengalaman Pertama Menggunakan Media Sosial Facebook

Saat ini tahun ke 9 saya mengenal dan menggunakan  media sosial facebook. Jauh setelah memulai  kembali kegiatan menulis, yang sempat vakum selama puluhan tahun.

Awalnya saya menolak dibuati akun facebook oleh Mahria Agustia. Saat itu si ganteng mantan siswa suamiku ini buka usaha warnet di desa kami. Saya sering menggunakan jasanya untuk  berkirim surel menjajakan tulisan yang tak laku-laku. Dan kapan komputer saya berulah, kepada dialah saya mengadu.

Mahria bersikeras. “Penulis  harus gaul, Bu. Banyak aktif di dunia maya,” katanya. “Jika Ibu sering berinteraksi dengan orang luar, jaringan Ibu kian luas, pengalaman tambah bagus. Asyik lho, Bu. Setelah mencoba Ibu pasti ketagihan," tambahnya.

Akhirnya saya menyetujui.  Mahria nge-add  beberapa sahabat mayanya, minta pertemanan atas nama saya. Terus saya belajar facebookan pakai laptop. Zaman itu saya hanya punya handphone  Nokia jadul sebesar lengan Moke Tyson. He he ....

Media sosial facebook  seakan membawa saya pulang kampung

Saya mulai membangun komunikasi dengan beberapa facebooker. Termasuk teman di kampung halaman. Mereka sering update status tentang kondisi terkini di kampuang nan den cinto itu.

Wah ..., asyiknya. Serasa berada di kampung, duduk di beranda rumah Emak setengah abad  lalu, memandang pohon kelapa yang tingginya susah diperkirakan. Maklum waktu itu hampir 40 tahun meninggalkan tanah kelahiran. Meski sering pulang, paling 2-3 hari. 

Saya tak  hitung-hitungan membeli pulsa. Akses  internet terconek melalui modem. Rp 20 ribu, 50 ribu cuman beberapa menit, ludes.

Mahria menyarankan agar saya beli paket internet berjangka. Berlaku seminggu atau sebulan. Tergantung harga dan jumlah GB-nya. Tetap saja boros. Kadang kalau jaringan lagi lemot, paket  20 ribu tak cukup buat loding.

Media sosial facebook bikin saya baper

Saya memberanikan diri untuk mengomentari status yang berkenan di hati. Entah penulisnya siapa. Kadang-kadang empunya menanggapi dengan  like.

Tetapi lebih banyak dicueki. Saya baper. Maklum, nenek-nenek sensitifitasnya agak tinggi. Itu dahulu. Alhamdulillah sekarang tidak lagi. Rupanya, bermedsos dapat mengurangi tingkat sensitifitas dan  baper. He he .....

Media sosisl facebook membuat saya nyaris lupa diri

Pertama menulis status, ditanggapi rame-rame oleh beberapa mantan murid saya, yang menjadi TKI di Malysia. Di luar itu umumnya cuek bebek. Hanya satu dua yang sudi menyapa dan disapa. Terutama orang kampung saya.

Saya maklum. Mungkin mereka kurang familiar dengan orang yang tidak dikenalnya di dunia nyata. Atau boleh jadi beliau-beliau itu ogah berteman dengan nenek-nenek.

Sedangkan semangat saya menggebu-gebu, mengusung misi ingin mencari kenalan di semua penjuru tanah air. Kapan perlu seluruh dunia. Ha ha ....

Saya nyaris  lupa, diri ini tak muda lagi. Sudah tak pantas mencampuri urusan facebook  yang penghuninya didominasi oleh kaula muda.

Media sosial facebook menjadi ajang saling bantah

Suatu hari ada tauran antar warga 2 desa. Kejadiannya di depan rumah saya. Peristiwa itu saya jadikan status di facebook. Detail narasinya saya tak ingat lagi.

Belum semenit, dikomentari oleh seorang netizen. “Beginilah anak-anak zaman sekarang, bla ..., bla ....”  Intinya, dia menyalahkan guru tak becus mendidik. Sehingga anak-anak  suka berantam.

Saya balik menanggapi. “Anda itu penonton.  Pintarnya hanya berkomentar. Coba jadi pemain. Anak-anak berada di sekolah cuman 6 jam. Sisanya mereka di rumah.  Delapan belas  jam itu tanggung jawab Anda. Apa saja yang Anda  lakukan terhadap mereka?

Perdebatan menghangat, saling bantah   beberapa kali. Akhirnya saya  memilih mundur. Tak ada untungnya. Hanya menambah sakit hati.

Media sosial facebook membuat saya royal berkomentar

Dilatari  misi  yang saya usung tadi, yaitu ingin bersahabat dengan banyak teman di dumay dan duta. Saking asyiknya, saya royal mengomentari  status pengguna facebook lain. Terutama jika pemiliknya warga sesama satu desa. Sering berjumpa di jalan. Kenal wajah tak kenal nama.

Zaman itu pengguna facebook  dari desa kami kebanyakan anak muda golongan cowok. Ceweknya belum ada yang nongol. Kecuali yang berdomisili di Malaysia.

Di antara cowok tadi ada yang hobi nyetatus bernada mengeluh. Setahu saya dia Sarjana Agama. Usianya kira-kira seangkatan cucu saya. Sepertinya dia lagi galau dan hamir putus asa. Mungkin lagi bermasalah dengan pacarnya.

Santai saya mengomentari, “Putus asa adalah dosa. Dunia tak selebar daun kelor, masih ada hari esok. Ayo, semangat.” Lebih kurang seperti ini.

Hep ....! Dia marah dengan bahasa dusun yang menurut saya nadanya kasar. Jika diindonesiakan, kira-kira begini. “Saya bukan orang sembarangan. Saya tahu dosa. Saya sholat. Setiap malam saya ngaji.”

Saya malu level akut, mencoba klarifikasi. Maksud  saya bukan menvonis dia tidak mengerti agama. Hanya ikut meramekan saja.

Lagi-lagi jawabnya tak termakan oleh kucing kurap. “Ngapain kamu pasbuk2. Kurang kerjaan kamu.” Allaahuakbar ....

Waduh ..., reaksi yang di luar dugaan. Serasa kepala ini dibenamkan dalam comberan. Ekspektasi saya tadinya ingin mendapat balasan dengan secuil sapaan saat ketemu di dunia nyata. Tak lebih dari itu. Mana tahu suatu ketika kita saling butuh namanya satu desa. Sesama berprofesi sebagai guru pula. 

Kapan perlu biar saya yang menyapanya duluan. Sebab,  tiap hari dia lewat di depan rumah saya, pergi mengajar di salah satu sekolah sebagai tenaga honorer.

Lagipula saya kenal Emaknya, baik dan ramah. Semasa dia sekolah SMP pulang sekolah sang Emak sering nongkrong di rumah saya. Karena dia berteman dengan adik ipar saya.

Belum satu jam,  salah satu netizen berkomentar. Dari profilnya diketahui dia seorang Ustad. Barangkali dia teman kuliahnya Pak Guru Honorer tadi. “Urusan anak muda tak perlu ikut campur,”  tulisnya. Emaaak .... Mati aku. Lagi-lagi pukulan telak mengena perasaanku.

Apakah saya baper dengan kejadian tersebut? Jujur selaku manusia biasa, tentu saja iya.

Namun, saya menyadari ini semua gara-gara jari ini royal berkomentar. Biasanya pemuda dan pemudi  desa setempat, karakternya pemalu. Tetapi kapan disapa mereka menjawab sopan, bersahabat, dan ramah.

Kondisi ini berlaku beberapa bulan. Selepas itu, alhamdulillah biasa-biasa saja. Karena sudah banyak menjalin persahabatan dengan facebooker dari luar lingkup desa. Dari mereka saya banyak belajar, mengenal dan bergabung dengan beberapa komunitas menulis di jagat maya.

Beginilah pengalaman saya pertama menggunakan media sosial facebook, asyik-asyik tapi baper. Semoga bermanfaat.

Baca juga:  

*****
Penulis,
Hj. NURSINI RAIS
di Kerinci Jambi

19 komentar untuk "Pengalaman Pertama Menggunakan Media Sosial Facebook, Asyik-asyik Baper"

  1. Selamat malam, selamat menyambut pagi dengan penuh semangat bunda??? Berbicara akan media sosial khususnya Facebook saya justru tidak berminat untuk aktif didalamnya dulu hingga sekarang. Mengapa ?? Karena pernah dulu, kakak mengomentari status temanya yang curhat di Facebook tentang suaminya yang bermuka dua eeeeh??? Besoknya kakak dihujat tetangga yang sirik ma kakak katanya kakak suka ngeluh , dll. Ya??? Namanya orang ya bunda, gak bisa ditebak hatinya dan diri sendiri pun juga gak bisa memaksa hati orang lain tuk sepenuhnya sepaham dengan kita.


    Oh ya, kalau untuk internet zaman dulu hanya bisa diakses lewat warnet dan bayarnya 1 jam 5.000 terus saya masuk kuliah, baru ada modem terus, saya lulus kuliah dan baru mulai kerja baru ada WiFi, Indihome, hospote yang bikin internetan makin lancar tanpa takut kuata habis.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masing-masing kita punya pengalaman berbeda ya, ananda Tari. Gak apa-apa. Berkat konflik manusia jadi kaya pengalaman. Kalau bukan karena pengalaman gak enak yang bunda alami awal belajar facebook, tak mungkin artikel ini ada. Selamat pagi, ananda. Salam sehat selalu ya.

      Hapus
  2. qiqiqiqiqi, ih saya jadi berasa dicubit nih Bu, soalnya kadang saya lupa balas komen di FB, kadang kalau beneran lowong, baru deh saya menelusuri semua komen, dan balas, kadang juga cuman di jempolin hahahaha.

    Alasannya sih klasik, waktunya kurang huhuhu.
    Saya nggak cuman aktif di FB soalnya, di IG juga lebih aktif, karena IG yang lebih menghasilkan duit, FB cuman buat curhat semata hahahahaha.

    Saya gabung FB sejak 2008 lalu, udah lama banget, dulu sih buat alay doang, abis itu buat bisnis, sekarang buat curhat wakakakakak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya maklum kesibukanmu, ananda Rey. Postingan di blog perharinya lebih dari satu artikel. Saya hanya sekali dua hari. Itu pun sudah berpeluh-peluh. Maklum mesin sudah kadauarsa. Selamat pagi. Semoga sukse selalu. Ananda Rey wanita/ibu yang luar biasa. Mengasuh anak sambil kerja menghasilkan duit.

      Hapus
  3. wii, ibu ibu sekarang ud gaul, tapi harus tetep hati hati bun, dalam bersocial media

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Mas Fajar. Sekarang saya sudah jarang main fb. Mungkin sudah bosan, atau karena lebih nyaman berkomunikasi di WA. Terima kasih telah mengingatkan, Mas. Selamat pagi.

      Hapus
  4. Awal-awal mau medsos emang suka baper si bu, aku juga gitu. Facebook tuh jadi ajang banyak-banyakan teman. Sering update status dll. Semakin ke sini ya udahlah, berteman sewajarnya aja kalau aku bu. Kalau yang mengundang emosi jiwa mending di unfol atau mute hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Srpendapat, ananda. Sekarang saya juga jarang main fb. Sibuk menulis artikel. He he .... Terima kasih telah singgah. Selamat sore. Doa sehat untuk keluarga di sana ya.

      Hapus
  5. Bunda,
    Kalau inid sudah lama tidak menggunakan facebook untuk melakukan aktivitas itu, tapi itu kenangan terbaik yang pernah nid miliki saat jadi pengguna facebook awal-awal dulu. Meskipun, ada banyak kenangan buruk juga, tapi dari situ aku bisa belajar banyak hal.

    Kalau untuk saat ini, facebook lebih ke untuk jualan dan mencari barang sih Bund.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul ananda. Sebanyak apa pun kenangan buruk pasti membawa kebaikan. Bunda juga begitu. Tanpa menggunakan facebook, pengalaman menulis bunda jadi basi. Tak ada gunanya. Dari fb bunda kenal dengan platform2 tempat belajar menulis. Terima kasih telah singgah. Selamat malam, ananda Einid.

      Hapus
  6. Wah ibu keren, berbagi kisah awal membuat FB dan juga liku likunya.

    Memang di FB itu kadang jadi ajang debat apalagi waktu pilpres kemarin, ramai banget Bu, tak ada habisnya.😂

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sekarang saya tak peduli lagi konten di fb, Mas Agus. Jika ada yang debat2 gitu saya tak pernah ikut campur. Beberapa bulan tak pernah buka fb. Dan baru agak aktif sebulan belakangan. Selamat sore, terima kasih singgah, salam literasi.

      Hapus
  7. hihihi bunda pernah juga euforia di fb, mbul malah sekarang udah ga mainan fb lagi bunda, fb sekarang beda tampilan dengan dulu...sekarang agak bingungin banyak fiturnya, mbul jarang buka lagi cuma sekedar punya tok...mbul fokusnya di blog doang itupun keteteran nulisnya ahhahaahha

    selamat sore bunda, salam sehat selalu ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama, ananda Mbul. Bunda hampir setahun kurang aktif. Baru sebulan belakangan sering ngeshare artikel. Selamat sore. Doa sehat untuk keluarga di sana ya.

      Hapus
  8. Bwrputus asa bagai elak berusaha, apapun redhai dengan keadaan. InshaAllah.

    BalasHapus
  9. Zaman Nenek dulu pernah pakai Friendster juga Nggak? Kalau teddy nggak, langsung ke Facebook, dulu minta buatin orang Warnet hehehe, maklum amsih belum paham amat.

    Kalau Teddy dulu Nek, suka gabung-gabung Grup facebook yang satu frekuensi, kayak game Harvest Moon Ps1, jadinya ngobrolnya asik juga Nek.

    Kalau soal komentar, Teddy kadang komentar ke Teman yang kenal aja, karena nggak enakan orangnya.

    Semangat terus nulisnya Nek.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gak pernah pakai Friendster, cucunda. Maklum nenek2 gaptek. Bisa menggunakan fb yang standar2 saja sudah lumayan. Nenek juga tak bisa ngegame. Kuno banget kan. He he .... Selamat malam. Terima kasih telah singgah.

      Hapus
  10. Luar biasa Bu Nur, ternyata punya FB juga. Aplikasi medsos kata teman saya kadang mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat, tapi sepertinya itu nggak benar. Ternyata medsos bisa mendekatkan semua atau menjauhkan semua he..he..he....Salut sama Bu Nur. Salam sehat dan Selamat beraktifitas.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yang dikatakan teman Pak Eko tentang fb itu benar adanya. Beberapa tahun belakangan saya kurang aktif di fb. Kadang sekadar ngeshare artikel. Terima kasih atensinya. Doa sehat penuh berkah. Selamat malam.

      Hapus