Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Berkenalan dengan Ayah Tikas Pemelihara Sapi Khusus Qurban

Kisah inspiratif

Hari Senin, 5 Februari 2024 lalu menjadi pengalaman spesial bagi saya.  Pulang dari pasar, ketemu seorang pria  sedang  mengarungi rumput, di pinggir Jembatan Kerinduan Kota Sungai Penuh.

Rumput tersebut baru dia panen dari tanah rawa di jalur jembatan tempatnya berkegiatan saat itu. Masyarakat Kerinci menyebutnya rumput bento (baca: banto). Yakni jenis gulma yang tergolong bagus untuk pakan sapi.  Tak heran area itu syurga bagi peternak sapi.

Berpose dengan gayanya sendiri

Turun dari motor saya langsung mendekat. Saya  tawarkan  dia untuk dipotret, “Pak! mau difoto dak? Nanti saya  tulis artikel tentang Bapak untuk dikirim ke media onlen.” 

Lelaki setengah baya itu menghentikan aktivitasnya.  “Boleh,” jawabnya ramah. Mulailah beliau berpose  dengan gayanya sendiri.

Awalnya saya agak ragu. Sebab,  zaman sekarang tidak semua orang mau dipotret.  Membidik kamera pada seseorang tanpa izin yang dipotret, bisa dikenakan pasal 115 UU Hak Cipta, dengan ancaman denda 500 juta rupiah.

Beda dengan  era < enam puluhan.  Tanpa diajak pun orang berebutan minta dikodak. Terutama kami-kami  masyarakat pedesaan. Meskipun mereka tidak pernah tahu akan dikemanakan potretnya  itu  kelak.  He. he ....

Pria  itu dipanggil Ayah Tikas

Beliau  si penyabit rumput  itu mengenalkan dirinya sebagai Ayah Tikas, (anaknya bernama Tikas).  Tradisi orang Kerinci, seseorang  yang sudah punya anak,  sapaan hariannya berubah dengan menyematkan nama anak di ujung panggilannya.

Begitu juga perempuan. Kalau suaminya   disebut Ayah Tikas, istrinya Emak Tikas. Tujuannya sebagai penghormatan.  Kurang lazim memanggil  seseorang  yang sudah punya anak dengan menyebut nama aslinya. Seolah-olah tidak sopan.

Petani dan  penggemukan sapi

Ketika ditanya apakah rumput tersebut untuk dijual?  Dia menjawab, “Tidak, Bu. Dipakai sendiri. Saya punya  2  ekor sapi  yang dikandangi.  Setiap hari  pakannya harus standby. Tidak melulu rumput, kalau ada kulit pisang atau jagung  juga dikasih.”

“Kenapa tidak dilepas liar, Pak? Biar dia cari makan sendiri?”

“Takutnya dia mencuri tanaman orang, Bu.   Bisa-bisa  ditebas pakai parang.”

Ayah Tikas bercerita penuh semangat,  dirinya  berasal dari Desa Tanjung Bunga Kecamatan Tanah Kampung,  Kota Sungai Penuh. Dia berprofesi sebagai petani, nyambi memlihara sapi pedaging, spesialis penggemukan untuk hewan qurban 

Sapi yang masih muda dia beli  dengan harga  7 hingga  8  juta per ekor.  Sembilan  atau  sepuluh bulan kemudian sudah  memenuhi syarat  untuk dijadikan  hewan Qurban, dan dilego antara 15-17 juta rupiah.  

Makanya sapi milik Ayah Tikas dia jaga baik-baik supaya saat dijual  tubuhnya mulus, tidak terdapat bekas luka.   “Kalau cacat, umpamanya ada bekas luka, nilai jualnya jatoh. Bahkan tak laku. Sebab, tidak layak untuk dijadikan Qurban. kecuali untuk dipotong, papar Ayah Tikas.

“Wah ..., Lumayan tuh, Pak.  Ditambah jumlahnya, Pak. Andaikan Bapak memelihara  4 ekor sapi setiap tahunnya,  setidaknya duit 30 juta udah di kantong.  Anggap saja  setiap Idul Adha Bapak buka tabungan."

Kurang Modal, Bu. Ini kebetulan, rumputnya gratis saya arit sendiri. Kalau dibeli tak ada untungnya, malah rugi. Rumputnya mahal, satu karung R 35 ribu.

Penutup

Tidak banyak keterangan yang  saya   peroleh tentang diri Ayah Tikas ini. Mungkin karena dia terlalu semangat becerita, atau naluri kewartawanan saya amat dangkal. He he ....

Padahal, banyak informasi yang bisa saya korek darinya. Mulai kehidupan pribadi, sampai ke masalah sapi ternaknya.

Demikian perkenalan singkat saya dengan Ayah Tikas petani sekaligus  pengusaha penggemukan sapi  dari  Desa Tanjung Bunga. 

 Baca juga:

*****

 Sumber Ilustrasi : Dokumentasi Pribadi

Penulis,
Hj. NURSINI RAIS
di Kerinci, Jambi

 

16 komentar untuk "Berkenalan dengan Ayah Tikas Pemelihara Sapi Khusus Qurban"

  1. Kadang ada aja cerita tak terduga ya bunda,ketemu pak Tikas di jalan,bunda jadi wartawan nya dan pak Tikas jadi narasumbernya, saya baru tau ternyata rumput juga ada yg di jual seharga segitu,sehari tiga kali makan sudah berapa biaya yg di keluar kan, apalagi kalau sapinya banyak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, ananda. Banyak yang tetlewati, bunda lupa mengrlorek kehidupannya lebih detail. Ketika nulisnya bingung sendiri. He he.... Padahal orangnya ramah dan polos.

      Hapus
  2. Saya dulu sempat juga menekuni profesi seperti ini
    ternyata tidaklah mudah, ada saja hal yang menantang
    terpaksas saya jual kembali dengan harga balik modal :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semua profesi ada risikonya ya, ananda. Apalagi berusan dengan barang bernyawa. Terima kasih telah singgah. Selamat malam.

      Hapus
  3. Es muy interesante conocer todo tipo de personas y realidades. Te mando un beso.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gracias Alejandro. Hace mucho tiempo que no nos hablamos. Buenos días desde Indonesia.

      Hapus
  4. wah lumayan mahal juga ya rumput sekarung seharga itu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, ananda. Rumput semakin sulit. Terlebih setelah banjir. Dia banyak yang mati.

      Hapus
  5. Salut juga dengan usaha yang ayah Tikas itu jalani, Mbak.

    Saya jadi ingat teman saya yang pernah juga jalani usaha model begini. Tapi yang ia pelihara domba. Sama juga untuk keperluan qurban. Rumput untuk makannya juga diambil dari rumput liar. Kini usahanya sudah dihentikan karena ia sudah gak sanggup lagi mencari rumput liar. Cepat capek, katanya. Karena faktor usia, Kini ia hanya memelihara 2 domba saja, untuk keperluan keluarga saja.

    Salam,

    BalasHapus
    Balasan
    1. K a lau dihitung capeknya memang sangat tidak seimbang dengan keuntungan yang diperoleh, Mas Asa. Betul. Sekarang dimana2 rumput liar susah didapat.

      Hapus
  6. Ceritanya menarik. Hehe naluri wartawan atau penulis apa saja dan dimana saja bisa menemukan konten menarik.

    Hehe human interest Ayah Tikas menarik diulik.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sayangnya naluri saya kurang tajam, Mas. Wahyudin. Mungkin pengaruh usia yang sudah kepala tujuh.

      Hapus
  7. Biasanya obyek lebih ramah bila perempuan yang mengambil gambarnya. Cerita yang menarik. Ternyata memelihara sapi ternyata butuh banyak sekali pakan ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, Mbak. Kalau kurang makanan, dia kurus, dan mudah diserang penyakit.

      Hapus
  8. Muraaah loh bunda, si bapak jual sapinya. Prasaan di sini sapi kurban bisa sampe 20 juta 😅.

    Rezeki si bapak yaa bisa dapat rumputnya gratis. Jadi bisa ngurangin modal.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, sekarang rumput sudah mulai hijau kembali, setelah banyak mati terendam banjir.

      Kalau rumput nya mahal pasti merugi ya ananda.

      Hapus