Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dahulu Layak Dikatakan Negeri Miskin, Kini Rumah Cantik Bak Jamur di Musim Hujan

Ilustrasi: Rumah Cantik di Inderapura  Bak Jamur di Musim Hujan. (Salah satu rumah penduduk kampuang nan den cinto Inderapura.  Foto: SUTRA) 
Dahulu  layak dikatakan negeri miskin, kini rumah cantik bak jamur di musim hujan.  “Nikmat mana lagi yang harus kamu ingkari?”  Barangkali pertanyaan ini paling pas ditujukan  kepada Masyarakat Inderapura,  kampuang nan den cinto ini.

Beranjangsana sambil melepas ridu

Ilustrasi: Rumah Cantik di Inderapura  Bak Jamur di Musim Hujan. (Salah satu sudut perkampungan baru)
 
Kamis tanggal 7 – 9 Oktober lalu, saya berkesmpatan pulang kampung, dalam rangka  menghadiri pesta pernikahan salah satu keponakanku. Hari ke 3, kami (saya dan suami)  habiskan buat beranjangsana, untuk melepaskan rindu.

Aduh ..., Rasanya mau menangis menyaksikan bekas jelajahan  yang dulunya (setengah abad lalu) penuh suka dan duka. Terutama tanah di mana tempat saya menumpahkan keringat dan air mata, membantu  orang tua memenuhi kebutuhan perut kami sekeluarga.

Di sana juga saya dan sebagian besar  masyarakat lainnya pernah hidup dalam kesederhanaan. Kemana-mana jalan kaki. Hanya orang-orang tertentu saja yang punya sepeda.

Bila malam tiba rumah-rumah hanya diterangi lampu minyak. Dan seribu kekurangan lainnya yang tak berani saya tuliskan disini.  Takutnya ada yang tidak berkenan. Namun, mohon maaf dan izinkan saya memberi label negeri ini dahulu jauh dari  kata sejahtera. Bahkan layak dikatakan  negeri miskin,

Kondisi sungai dan hutan rimba raya

Ilustrasi Rumah Cantik di Inderapura  Bak Jamur di Musim Hujan. (Sungai Batang Inderapura) 

Sungai yang dahulunya tempat saya dan teman kecil berdayung sampan mencari kayu bakar, menangguk udang,  dan mencari sayuran kangkung, kini masih terbentang tenang membisu.  Meskipun banyak mengalami perubahan. Airnya yang dahulu jernih  kini keruh seperti air tanah. Bodinya yang lebar sekarang sudah kurus dan ramping.

Ilustrasi Rumah Cantik di Inderapura  Bak Jamur di Musim Hujan. (Penulis dan suami, cucuku, plus Pak sopir.  berpose di jembatan besi Pasir Ganting. Dahulu desa ini hanya bisa dijangkau dengan trasportasi sungai, yakni biduk tradisional / Foto FAUZAN ).

 Tepian tempat kami mandi berenang dan mencuci, hilang tak berbekas. Karena  perubahan gaya hidup masyarakat yang meninggalkan kali untuk keperluan sehari-hari.

Hutan-hutan dan rimba raya kawasan aman bagi babi dan harimau beranak pinak, kini hampir tak tersisa. Setiap jengkal tanah di tutupi tanaman kelapa sawit. 

Di sana sini jalan yang sudah dan belum beraspal  terbentang  panjang dan berli- kilu, plus jembatan yang jumlahnya tak terhitung. Ratusan pemukiman baru pun menjelma di setiap area.

Nasib bangunan produk tahun 70-an

Ilustrasi Rumah Cantik di Inderapura, bak Jamur di Musim Hujan (Salah satu rumah lama yang masih tersisa yang tetap terpelihara, kono tapi antik penuh artistik melambangkan karakter penghuninya yang berjiwa seni)

Yang mencengangkan, rumah-rumah papan produk sebelum tahun 70-an,  boleh dihitung  dengan jari. Berganti dengan bangunan baru. Sebagianya cantik dan mewah (versi saya). Mobil plat hitam pun berseliweran di setiap desa.

Yang membuat saya ternganga-nganga, sebidang tanah yang dahulunya berdiri rumah gubuk, kini bercokol sebuah bangunan bagus, sebuah mobil pribadi warna putih terparkir di halamannya.

Setelah saya cari tahu, ternyata lokasi tersebut masih dikuasai oleh anak si pemilik gubuk enam puluh tahun lalu itu. Susah rasanya untuk dipercaya. Tapi itulah realita hidup.

Tak dapat pula diingkari, ada juga dahulu  keluarga yang tergolong berada, di mana semasa remaja, saat libur sekolah saya pernah nguli di sawah dan ladang dia. Kini keturunannya  tiada berubah, malahan bertambah payah.  Subhanallah. Ketika Yang Maha Kuasa berkehendak semuanya bisa terjadi.

Tingkat pendidikan yang semakin membaik

Tingkat pendidikan putra daerahnya pun mengalami kemajuan pesat. Hal ini didukung dengan bangunan gedung-gedung  sekolah dari SD sampai SMA, dan fasilitas pendidikan lainnya  yang memadai.

Oknum orang tua yang dahulunya tidak pernah mengenyam pindidikan, kini anak-anak cucunya sudah banyak yang sarjana dan magister. 

Bahkan memegang jabatan penting di rantau orang.  Minimal lulus SMA. Baik anak laki-laki maupun perempuan. “Untuk apa anak perempuan sekolah sekolah tinggi, akhirnya ke dapur juga.” Sekarang filosofi kuno ini telah terbantahkan dan hancur luluh dikunyah zaman.

Sebelum tahun 80-an, tak satu pun putra daerah setempat yang berprofesi sebagai dokter. Kini jumlahnya tak terhitung lagi.

Masih terekam di benak saya, salah satu oknum tetangga mengejek  Emak saya, gara-gara sok maju menyekolahkan  saya melampaui Sekolah Rakyat. “Iyolah. Anaknya si anu sekolah tinggi. Kita tengok saja nanti, menantunya  ‘orang berpangkat’. Sepatunya berdebab debob,” Ijeknya. 

‘Menantu berpangkat’ maknanya menantu pejabat  atau PNS, pergi kerja pakai sepatu bunyinya, bab, bob. He he ...

Dampak produk perkebunan kelapa sawit dan jagung 

Ilustrasi Rumah Cantik di Inderapura  Bak Jamur di Musim Hujan (Kebun kelapa sawit milik rakyat. Foto: Sutra)

Apa yang dinikmati penduduk Inderapura  saat ini  berkat hasil komiditi kebun kelapa sawit.  Dampaknya semakin terasa  sejak awal 2021 hingga kini. Dimana harga sawit melesat naik, manembus level dua ribuan per kg. Bahkan nyaris menyentuh angka 3 ribu. Semoga kondisi ini tetap bertahan.

Selain kelapa sawit, tanaman jagung pun tak kalah andil memberikan kesejahtera kepada penduduk kampungku.

Ilustrasi Rumah Cantik di Inderapura  Bak Jamur di Musim Hujan (Petani mengolah bulir jagung)

Sejak puluhan tahun terakhir, sebagian besar petani Inderapura telah meninggalkan tanaman padi. Mereka  mengalihfungsikan lahan sawah untuk budidaya tanaman jagung.

Sama seperti harga kelapa sawit, sekarang nilai jual jagung pun sedang mengalami pasang naik. Jadi hampir dipastikan, di tengah merebaknya  pandemi covid 19 dua tahun terakhir,  masyarakat setempat tidak mengenal yang  namanya krisis ekonomi.

Beginilah sekilas info sekitar kondisi kampuang nan den cinto,  yang sempat saya  pantau selama sehari melanglang buana di sana. Intinya, dahulu negeri ini layak dikatakan miskin, kini rumah cantik bak jamur di musim hujan. Semoga bermanfaat. 

Baca juga:  

*****
Penulis,
Hj. NURSINI RAIS
di Kerinci Jambi

 

22 komentar untuk "Dahulu Layak Dikatakan Negeri Miskin, Kini Rumah Cantik Bak Jamur di Musim Hujan"

  1. rumah cantik, pemandangan indah.... alami.

    Pasti nyaman untuk dijadikan tempat tinggal.... 👍👍👍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepakat, Mas Tanza. Sayangnya hanya fpto ilustrasi. Bukan milik pribadi penulisnya. He he ... Terima kasih partisipasinya. Selamat pagi menjelang siang dari tanah air.

      Hapus
  2. Orang kampung yang tanam kelapa sawit berduit sekarang
    Harga tertinggi sekarang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tetapi kita hanya jadi tukang tulisnya Warisan Petani. He he .... Tak punya barang sepohon pun. Terima kasih apresiasinya, slam sehat selalu.

      Hapus
  3. Karena perkebunan sawit sukses disusul membaiknya harga jagung jadi banyak warga inderapura yang punya rumah bagus dan mobil mahal ya bunda.😀

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Mas Agus. Mudah-mudahan harga terus naik, minimal bertahan. Selamat menyambut hari lahirnya NabiMuhammad SAW. Salam sejahtera selalu.

      Hapus
  4. Alhamdulillah kampung halaman bu nur sudah lebih sejahterah yah... Tp perkebunan kelapa sawit juga punya dampak negatif loh nek seperti merusak lingkungan, membuat kekeringan di wilayah hulu dan banjir di wilayah hilir dan paling bahaya banyak hewan liar seperti ular, babi dll yang kehilangan t4 nya jadi mereka bakal pindah ke perkampungan buat cari makan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul cucunda Fahrul. Setiap peralihan pasti diikuti oleh kerugian pihak lain. Selamat pagi menjelang tengah hari. Selamat beraktivitas.

      Hapus
  5. Kelapa sawit jadi dewa penolong yang merubah daerah yang dulu miskin menjadi daerah yang makmur

    BalasHapus
    Balasan
    1. Paktanyabegitu, Mas Hermansyah. Semoga kondisi ini tetap bertahan dan tidak hanya menyalamatkan kondisi sesaat. Terima kasih telah mampir. Salam hangat penuhkekeluargaan.

      Hapus
  6. Menengok kampung halaman, yang telah lama tak dikunjungi pasti menghasilkan kesenangan dan ketenangan sendiri ya bun..
    Jadi pengen pulang kampung nih... (walaupun belum sempat terus, harga tes PCR masih mahal 😅)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tapi karena telah lama hidup di rantau, kalau malah rasa merantau, he he ... terima kasih telah menanggapi, ananda Dodo. Salam hangat pehun rahmat.

      Hapus
  7. MasyaAllah.. cantik rumahnya dan halaman kampong yg sangat nyaman sekali.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tapi bukan rumah kita, ha ha . cuman dapat potretnya saja. Selamat malam dari seberang kawan.

      Hapus
    2. Haha tapi still masih anggun rupa rumah2 disana ya. Selamat malam dari Malaysia sahabat

      Hapus
  8. wahh senengnya pulang kampung sekalian mengenang zaman dulu ya
    apalagi kalau sudah ada beberapa perubahan di kampung itu, jadi kangen masa masa dulu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Senangnya cuman sehari dua hari, Mbak Ainun. Selepas itu rasa merantau. Pengen kembali ke rumah sendiri, walau jauh di rantau orang. Terima kasih apresiasinya. Doa sehat penuh berkah.

      Hapus
  9. Gemah ripah ya bund kampung halamanya.. ternyata nasib orang siapa yang tahu..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, ananda Radhika. Makanya kita harus hati2 bersikap terhadap orang tak punya. Bisa saja ke depannya kondisinya berbsnding terbalik. dia lebih baik daripada kita. Terima kasih telah singgah. Selamat malam.

      Hapus
  10. sekarang itu di desa desa rumahnya bagus2 bu Nur
    Yah bersyukur juga jadinya berarti udah membaik ekonomi kita
    Seneng banget banget bisa ke kampung halaman lagi ya bu
    Syahdu liatnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Syahdu banget, Mas Ikrom. Meskipun menyaksikannya hanya sekali setahun. Terima kasih telah mengapresiasi, doa sejahtera untuk keluarga di sana ya.

      Hapus
  11. Iya ya Bu, sekarang orang-orang tuh duitnya banyak-banyak, rumah mentereng di mana-mana, nggak peduli di kampuang :D

    Mama saya juga tinggal di pelosok, dulu waktu awal mula blio tugas di sana, tuh pelosok begitu pelosok banget, sekarang rumah mewah di mana-mana, luar biasa kemajuan ekonomi zaman sekarang, yang masih jarang disadari orang kota

    BalasHapus