Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Lika Liku Hidup: dari Takut Pelajaran Menyanyi Sampai Bisa Menulis Blog

Ilustrasi Lika Liku Hidup: dari Takut Pelajaran Menyanyi Sampai Bisa Menulis Blog (Foto: diambil dari hellosehat.com)

 Semasa kelas 1 Sekolah Rakyat, saya tidak termasuk murid pintar. Tetapi tidak juga bodoh-bodoh amat. Andaikan diranking per kelas,  mungkin minimal masuk 3 besar.  Zaman itu  belum ada ranking-rankingan.

Saya terlahir  dalam kondisi sempurna. Tetapi dilengkapi dengan wajah alakadarnya, sekadar memenuhi syarat. Kulit hitam, rambut tipis, tubuh kecil, kurus kering, jauh di bawah rata-rata teman sekelas.  Kurang lebih sebesar anak TK, zaman kini.

Mulai tumbuh normal

Syukur, tubuh saya mulai tumbuh  normal saat usia SLA. Mentok pada bobot 43 kg tinggi 150 cm. Kondisi ini bertahan sampai sekarang.  Kecuali  saat hamil nambah dikit. Tapi saya lupa persisnya berapa.

Yang tak pernah nambah, wajah saya yang  kurang cantik. Malahan semakin jauh dari kata cantik seiring bertambahnya usia yang mendekati garis finish. He he ...

Pelajaran yang paling ditakuti

Selama kelas satu dan kelas dua, pelajaran yang paling saya takuti adalah menyanyi. Bukan tersebab tak bisa. Sampai sekarang saya malah masih suka bernyanyi di dapur dan kamar mandi. Tapi saya orangnya gerogi kalau disuruh nyanyi  satu-satu ke depan kelas.  

Pak Guru selalu menempatkan pelajaran bernyanyi  pada jam terakhir.  Barang siapa yang mau ke depan  diminta ngacung. Usai bernyanyi, berarti siswa bersangkutan dapat  tiket untuk pulang.

Dalam kesempatan ini saya selalu pulang paling belakangan. Namun Pak Guru tetap menagih dan tak pernah melepaskan saya sebelum utang nyanyi  dibayar. 

Jadi, dalam keterpaksaan saya tetap bernyanyi, walaupun dengan tubuh gemetar, lutut bergoyang. Mending tidak terkencing dalam celana. He he ...

Selain bernyanyi saya juga takut pelajaran olahraga. Sebenarnya bukan takut kegiatannya. Tapi terlebih takut  dilempar teman pakai bola.

Pak guru pun tak pernah  mengikutsertakan saya.  Terutama saat main kasti yang menggunakan bola tenis. Sekali lemparan jika bolanya  pas mendrat di dada, bisa rontok paru-paru terus pingsan. Terlebih jika yang melempar siswa laki-laki.

Terbayang bukan? Anak Sekolah Rakyat (SD) zaman dahulu. Cowoknya besar-besar tinggi. Ada yang lebih tinggi daripada Pak Guru.  Cewek kelas 1, sebelas  dua belas dengan siswi kelas  5 sekarang.  Maklum 16 tahun pascakemerdekaan.  Kalau belum tahan pukul, belum berani ke sekolah sendiri.  Ha  ... ha ....

Jadi, setiap jam  belajar olahraga, saya kebagian jadi tukang hore.  Sesekali membantu mengejar bola yang terlempar jauh di luar area, sambil menjaga keamanan kelas.

Ke sekolah jalan kaki  5 – 7 km

Untuk mencapai sekolah,  siswa SR harus berjalan kaki ke kampung Celuang. Kurang lebih 5 kilometer dari kediaman kami. Bahkan siswa yang tinggalnya agak jauh ke barat, jadinya antara 6 dan 7  kilo.   Perjuangan yang tidak masuk akal jika di bandingkan era sekarang.

Kebetulan dari kelas 1  sampai kelas 2, saya  bersekolah di lokal jauh (filial), yang berinduk di Celuang tadi. Setelah naik ke kelas 3, mau tak mau siswa harus melanjutkankan ke Celiuang.  

Di luar ekspektasi

Saya sering merenung.  Kehidupan yang saya jalani saat ini sungguh di luar dugaan.  Cari makan dan menua di rantau orang selama kurang lebih 75% dari usia saya.

Yang paling diluar ekspektasi,   saya bisa menulis apa yang saya suka  dan rasakan, serta  dibaca oleh khalayak.  Khususnya  kalangan bloggers hebat.  Salah satu artikel saya di Kompasiana, dibaca oleh 20846 warga net.

Menjalin pertemanan di duta dan dumay

Dan patut juga disyukuri, dengan segudang kekurangan yang melekat pada diri ini, Allah manugerahkan saya rasa percaya diri untuk  menjalin pertemanan dengan semua kalangan. Dari  dunia maya sampai dunia nyata. 

Entah itu anak muda, sebaya,  berpendidikan tinggi, berwajah ganteng dan cantik. Padahal semasa kecil, saya penyandang  nerves berat.

Dari mereka saya banyak menimba ilmu. Kuncinya ada dua. Saya tidak malu mengakuai kekurangan dalam setiap kesempatan, dan tak segan-segan bertanya, belajar dan belajar.

Alhamdulillah, sependek pengalaman, yang ditanyai dan diminta ilmunya  tak pernah  pelit. Tiada juga yang membuly  atau mengejek kebodohan saya.

Inilah secuil lika liku hidup saya, dari kecil takut pelajaran menyanyi sampai bisa menulis blog dan di berbagai platform oneline.  Semoga bermanfaat.

 Baca juga:  

*****
Penulis,
Hj. NURSINI RAIS
di Kerinci, Jambi


 

45 komentar untuk "Lika Liku Hidup: dari Takut Pelajaran Menyanyi Sampai Bisa Menulis Blog"

  1. haha pulang dari sekolah kalau hujan cukup girang boleh mandi2 main hujan bersama teman

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mandi hujan sama sensngnya dengan mandi di sungai. He he ...
      Terima kasih telah mengapresiasi, teman. Selamat malam.

      Hapus
  2. Balasan
    1. Terima kasih partisipasinya babYpose selamat malam dari seberang.

      Hapus
  3. Jauhnya berjalan kaki ke sekolah
    Pasti ada keberkatannya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Zaman itu (th 60-an), sekolah termasuk barang mahal. Sekarang gedung sekolah sudah banyak.

      Hapus
  4. hehe... banyak yang takut nyanyi dan melukis...
    😃😁
    Siip pengalamannya.

    Thanks mau berbagi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Karena saya pengidap nerves berat, Mas Tanza. He he .... Selamat malam dari tanah air.

      Hapus
  5. Waaahhhh, kok mirip cerita saya si Bu! :D
    Terlahir Alhamdulillah dengan sehat dan sempurna, tapi wajah pas-pasan, hahaha.
    Waktu SD kulit saya gosong, badan kurus, rambut kayak singa :D
    Di sekolah harus juara 1, biarpun aslinya nggak terlalu pandai.
    Paling suka nyanyi, tapi gemetar kalau disuruh nyanyi depan kelas, hanya terpaksa maju nyanyi, karena dengan begitu kita bisa pulang.

    Cuman setelah STM badan saya mulai tumbuh ke atas, biar kata tetep kayak kutilang darat, hahaha.

    Baru bahenol setelah lulus kuliah, dan tambah bahenol ketika punya anak :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mirip (pengalaman) karena kita sama2 suka nulis kali. He he ... Tapi tak ada tanda2 ananda Rey dulunya hitam. Sebab, sekarang putih mulus, cantik dan semampai. Oh, rupanya ananda Rey SLA-nya STM. Keren .... Pasti dari SD pintar Matematika. Dan semoga tetap bahenol sampai nenek-nenek. Amin. Terima kasih telah singgah. Selamat malam.

      Hapus
  6. Eh, koq pengalamannya hampir sama bun dengan saya, mulai dari takut nyanyi, waktu SMP juga kalau sekolah harus jalan berkilo-kilo, sampai akhirnya belajar blog dan bisa bersua, bersilaturahmi dengan bunda di sini. Alhamdulillah, MasyaAllah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, ananda Regen. Namamu pakai Regen. Sama dengan anak bungsu bunda. Rendra Regen (37 th). He he ... Selamat malam. Terima kasih telah hadir. Salam sehat buat keluarga di sana ya.

      Hapus
  7. Kalau saya paling takut pelajaran matematika 😂😂 waktu seperti mendadak berhenti 😄😄😄 lammmmaaaaa bngt

    BalasHapus
  8. Setelah naik kelas 4 dst ... Nenek juga takut pelajaran berhitung. Terutama sefren (pecahan). He he .... Terima kasih telah singgah, ananda Dinni.

    BalasHapus
  9. Balasan
    1. Silakan Mas Warkasa. Terima kasih. Selamat pagi dari jauh.

      Hapus
  10. Banyak pengalaman bisa buat bahan renungan.maaf terlambat mengunjungi selamat malam bunda nur

    BalasHapus
    Balasan

    1. Benar, ananda Nita. Bahan renungan sekaligus bahan tulisan. He he ... Terima kasih telah singgah. Selamat pagi. Selamat beraktivitas.

      Hapus
  11. wah kok sama ya, gak suak dan takut nyanyi. Pernah sampai nangis saat disuruh nyanyi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ha ha .... Tapi setelah dewasa mungkin tidak grogi lagi ya, Mbak. Terima kasih telah singgah. Selamat pagi.

      Hapus
  12. Asalam..saudara dari seberang..banyak tul ranjau hidupkan..seolah baru berlaku..subahanallah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Begitulah orang kampung yang lahir di tahun 19 50-an, Di Malaysia mungkin beda kondisi. selamat pagi, selamat beraktivitas.

      Hapus
  13. alamak kena menyanyi...pasti boleh juga kan menyanyi..orangnya ceria mesti bisa nyanyi..hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Boleh sahabat Etuza. Tapi nyanyi di kamar mandi. He he ... Selamat pagi dari tanah seberang.

      Hapus
  14. Makasih sudah berbagi kisah pengalaman ibu waktu kecil dulu. Aku juga orangnya grogi kalo disuruh maju depan kelas, apalagi suruh hafal hapalan, dengkul ambo lemas Bu.😂

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin tepat dikatakan sebagai sport jantung ya, Mas Agus. He... he ... Selamat pagi. Terima kasih telah mengapresiasi

      Hapus
  15. Bu Haji...
    Seru sekali masa kecilnya. Klo Saya dulu suka menyanyi dan mau tampil klo nyanyi di depan kelas dan paling nggak suka sama olahraga volley soalnya ga pernah masuk kalo servis. hahaha...

    Bu Haji Kompasianer juga, mantap

    BalasHapus
    Balasan
    1. Artinya ananda Pipit, bukan pengidap nerves. Saya juga gak bisa main volley. Servisnya cuman semeter. He he. .. Selamat sore. Terima kasih telah singgah. Doa sehat untuk keluarga di sana ya.

      Hapus
  16. Selalu jatuh cinta dengan kata-kata yang ibu tuliskan. Sederhana, lugas dan jelas. Nyaman dibaca dan mengalir. Nmaun tak sulit juga untuk mengimajinasikan setiap kata yang ibu Nur tuliskan. terimaskasih bu sudah menginspirasi saya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Duh ...., saya tersanjung, ananda Supriyadi. Bahasanya nenek2 cuman segitu. Terima kasih telah singgah. Selamat sore. Doa sehat untuk keluarga di sana ya.

      Hapus
  17. Sungguh ya mbak. Dengan menulis kita benar-benar menjadi diri sendiri. Semoga istiqomah menulis hingga kapanpun nanti

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amin. Setuju, Mbak Dwi. Saaat menulis pula saya merasa tak pernah tua. He he .... Terima kasih telah singgah. Selamat hari jumat Mubaraq.

      Hapus
  18. Dulu pak guru saya juga suka banget menyanyi. Hampir setiap hari muridnya yang berani maju nyanyi di depan boleh pulang cepat. Aku sendiri nggak pernah berani maju, huhu. Akhirnya selalu pulang belakangan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kok kita sama ya, Mbak. Syukur sekarang kita tidak malu memamerkan tulisan ke publik. He he .... Selamat malam. Terima kasih telah singgah.

      Hapus
  19. Wow, Pengalaman yang luar biasa. Sudah jarang ditemui pengalaman Bu Nur di masa masa sekarang.

    Bu Nur penuh talenta , serba bisa dan mampu beradapatasi di berbagai era. Salut dengan Bu Nur. Salam sehat dan selamat beraktifitas Bu.

    BalasHapus
  20. Woaaaah jalan kaki 5-7 km itu lumayan jauh ya bund. Aku waktu SMA, jaraknya cuma sekitar 3km dari rumah, dan itu mnggunakan angkot ehehhee

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jika dibayangkan masa kini jalan kaki 32 km memang tak masuk akal. Tapi itu fakta pada zamannya. Kalau berangkat pagi subuh sampainya maghrib. Saya sering mengalaminya. Kadang2 bermalam di jalan. terima kasih telah singgah. Selamat pagi.

      Hapus
  21. Bu Nur, saya tuh paling takut pelajaran kesenian sampai SMU lho ahahaha alasannya ya karena ga bisa nyanyi. Buta nada sejati.

    Ayah saya nih yang masih mengalami jalan kaki berkilo-kilo agar bisa melanjutkan sekolah. Sering diceritakan juga ke cucunya, biar jadi semangat belajar

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya sebenarnya bisa nyanyi. Tapi groginya level parah. He he ...

      Semasa sekolah di PGA 4th, malah jalan kakinya 12km pp. tiap hari selama 4 th. Hanya anak orang kaya yang pakai sepeda. Selamat sore ananda Nisa. Maaf telat merespon.

      Hapus
  22. Masya Allah Nek, baru tahu dulu sekolah rakyat itu siswanya harus tahan banting ya. Keren juga Nenek nulis di Kompasiana, dll.

    Terus Berkarya ya Nek, semoga sehat selalu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sekolahnya, jauh, ananda Teddy. 4-5 km. Makanya Masuk kelas satu orangnya tunggu gede. He he .... Selamat sore. Terima kasih telah singgah.

      Hapus
    2. Oh, Begitu ya rupanya Nek?
      Masya Allah.

      Sama-sama Nek

      Hapus
  23. hihi kita sama bunda... saya juga gak suka pelajaran menyanyi di depan kelas dan praktek olahraga. Tapi saya gak akan nolak kalau disuruh lari keliling lapangan, saya gak suka olahraga yang harus lempar2 bola, karena dulu sering kena lemparan bola ke kepala. duh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masyallah, badan kurus kayak kita2 ini kalau dilempar anak cowok pakai bola, bisa pingsan, He he ..... Selamat istirahat, ananda Naia. Semoga kita semua selalu dalam lindungaNya. Amin. Selamat malam.

      Hapus