Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dahulu Suka Makan Ayam, Kini Ogah Gara-gara Pahanya Segede Lengan

Salah satu menu masakan dari ayam ala kampung (Foto: NURSINI RAIS)

Semasa kecil, lauk favirit saya  adalah ayam, berikut  segala jenis ikan laut, dan saya paling tidak  suka ikan air tawar

Sayangnya, zaman itu ayam  termasuk menu langka dan hanya ditemui pada momen-momen khusus saja.  Palingan sekali  atau dua kali setahun. Yang banyak, ikan. Sebab, kampung kami  dekat dari  pantai. Harganya pun terjangkau.

Ayam atau empunya sakit 

Jangan harap makan ayam kapan maunya. Orang tua beternak ayam untuk dijual. Bukan untuk menambah gizi keluarganya. Kecuali ayamnya sakit, baru dipotong.  Syukur tiada di antara masyarakat yang ditemui sakit dan mati karena flu burung. He he ....

Atau ketika anaknya, anggota keluarganya ada yang sakit. Emak menawarkan, “Nak...! Maunya makan apa? Sambal ayam, ya?” 

Intinya, makan ayam tuh kalau ayamnya  sakit atau empunya yang sakit. Ha ha ....  Percaya atau tidak, ini tradisi berlaku umum pada zamannya.  Khususnya di kampung saya.

Maklum, belasan tahun pasca ke mereka jam. Bangsa Indosesia khususnya orangkampung saya,  belum kenal dengan ayam potong,  yang  bisa dikonsumsi saat umurnya kurang dari satu bulan. 

 Potongan ayam segede lengan

Ayam dapat dibeli kapan dan dimana saja (Foto: NURSINI RAIS)

Seiring  perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kini kondisinya telah berubah. Masyarakat bisa makan ayam kapan maunya. Ketersediaan ayam cukup, distribusinya merata dari kota sampai ke desa. Harganya pun terjangkau. Malahan lebih murah daripada ikan. 

Untuk mendapatkannya tidak harus beli  dalam porsi besar, atau per ekor. Satu paha pun bisa.
Lucunya, selera saya pun ikut bertransisi. Belasan tahun terakhir sedapat mungkin menghindar dari masakan yang berbahan pokok ayam.  Terutama ayam potong. 

Kasus ini menimpa saya selama pulang dari haji tahun 2009. Fasalnya, 8 hari di Medinah, tiap hari kami para jamaah asal Kerinci disuguhi lauk ayam.  

Yang membuat saya trauma, paha ayamnya  segede  lengan orang dewasa.  Saya berpikir, “Setelah dimasak saja pahanya besar begini, bagaimana kalau ayamnya masih hidup. Barangkali saat berdiri seukuran anak onta.” Ha ha ....  

Mana potongannya  jumbo.  Maaf, bukan lebay.  Saya khawatir bagian dalamnya belum matang sempurna.  Setiap saya gigit, yang terbayang di benak saya hal yang bukan-bukan.  Selera makan saya jadi tumbang. 

Hobi makan ayam pupus

Sampai saat ini, yang namanya ayam potong   naluri saya  menolak. Syukur lidah saya masih bersahabat dengan ayam kampung.  Padahal, di segi kebersihan  ayam potong lebih terjamin ketimbang ayam kampung yang suka main di tempat jorok.  

Ya, begitulah nenek udik bin kolot.  Mungkin tersebab terlalu lama dipakai, nafsu makan ini mulai rewel seperti anak kecil. 

Tidak terlalu menuntut

Ikan semah khas Danau Kerinci, salah satu ikan air tawar yang saya sukai (Foto: NURSINI RAIS)

Saya doyan  ayam kampung,  tetapi tidak terlalu menuntut juga. Cukup 3 atau 4 bulan satu kali saja.  
Demikian pula dengan ikan.  Empat puluh lima tahun berdomisili  di  pinggir Danau Kerinci,  dan  karena keterpaksaan, lidah saya telah bersahabat dengan ikan air tawar. Meskipun ikannya pilih-pilih, atau tidak menyukai semua jenis  ikan.  

Sebaliknya  hobi saya yang dahulunya makan ikan laut, kini berangsur  layu.  Pasalnya, ikan laut yang dijual di Kerinci sini kesegarannya telah berkurang karena lama tersimpan dalam es. Cita rasanya pun sangat asing dibandingkan ikan laut di kampung halaman saya. 

Penutup

Untungnya, bawaan saya tidak makan ikan pun tidak apa-apa. Nafsu makan normal-normal ajah. Kebutuhan protein bisa diganti dengan sumber lain.  Karena saya doyan makan sayuran.  

Yang patut saya syukuri, di usia mendekati kepala 7 saat ini tubuh saya masih sehat, hingga dikaruniaiNya  kesempatan untuk  becengkrama dengan anak cucu dan keluarga, serta berinteraksi dengan sahabat bloggers tercinta.

Demikian pasang surut selera saya dalam mengonsumsi ayam dan ikan. Semoga inspiratif. Bagaimana dengan Anda. Yuk kita saling curhat tentang lauk kesukaan. Silakan ulas di kolom komentar. 

Baca juga:

*****
 Penulis,
Hj. NURSINI RAIS
di Kerinci, Jambi

16 komentar untuk "Dahulu Suka Makan Ayam, Kini Ogah Gara-gara Pahanya Segede Lengan"

  1. Zaman dulu lebih banyak ikan, ayam kurang. Bagus tu amalkan makan ayam kampung lepas sihat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, sobatku babYpose. Sekarang sungai banyak yang kering dihisap kelapa sawit. Ikan banyak yang musnah.

      Hapus
  2. Balasan
    1. Alhamdulillah. Ntar seumuran nenek bosan sendiri. He he ...

      Hapus
  3. Dari membaca judulnya saya pikir paha ayam segede lengan itu lengan bayi tapi ternyata lengan orang dewasa, serem amat bayangin ayamnya segede apa kalau pahanya segede lengan orang dewasa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe .. Kalimatnya heper bola ya Mas Hermansyah. Maaf telat merespon. Sibuk, karena anak cucu pada mudik semua. Neneknya gembira main sama cucu2. Selamat Idul fitri, maaf lahir batin

      Hapus
  4. genetic engineering membuat produk pertanian dan peternakan jadi "jumbo" luar biasa....

    posting menarik..... have a wonderful weekend

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tapi alhamdulillah jufa, Mas Tanza. Zaman sekarang bangsa kita telah menikmati ayam potong dengan harga terjangkau. Maaf telat merespon. Terima kasih telah singgah.

      Hapus
  5. Dehh... Ayamnya gede2 juga ya bu nur...

    Smoga sehat selalu sampe kepala 9 nek

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amin, ananda. Terima kasih doanya. Selamat Idul Fitri ya.

      Hapus
  6. Hhahaha, kok ngeri membayangkan ayam yg masih hidup kalau segede onta hahahha.

    Aku juga jaman bayi atau kecil jarang makan ayam, jaman masih susah, Puji Tuhan skrg anak saya bisa makan ayam kapanpun, saking sering dia sampe bosen, skrg malah lebih suka ikan laut atau ikan air tawar, soalnya kalau buat bayi protein hewani kan wajib.

    BalasHapus
  7. Bunda kira zaman dahulu di daerah bunda saja yang susah. Rupanya rata2 penduduk Indonesia nasibnya sama pada zamsnnya ys, ananda. terima kasih telah mengapresiasi.

    BalasHapus
  8. Bundaaaa, aku juga pernah nemuin ayam potong yg ukurannya jumbo banget di Arab Ama di Malaysia. Dan jujur ga sukaaa Ama rasanya. Mateng sih untungnya, tapi hambaaaar 🤣. Jadi buatku malah ngurangin napsu makan juga.

    Naaah lebih enak memang daging ayam kampung, ga amis 😄

    BalasHapus
    Balasan
    1. Barangksli ayam kalkun atau ayam onta ya, ananda Fanny. Semenjak itu bunda tak suka lagi makan ayam. Kecuali ayam kampung. Itu pun sekali2.
      Betul, ayam kampung itu punya rasa khas. Meskipun terkesan jorok. He he

      Hapus