Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Setelah Istriku Berpenghasilan [Part 3]

Ilustrasi Setelah Istriku Berpenghasilan [Part 3]

Kecemburuan Rahel pada Firah bukan tanpa alasan. "Aku" suaminya yang  punya hobi melirik tetangga itu memang perlu diwaspadai karena berpotensi mengarah pada perselingkuhan. 

Tindakan sang "Aku" menitipkan anaknya pada Firah  seakan mengundang janda cantik itu untuk mendekat dan didekati. Apalagi hal tersebut dilakukannya pada saat istrinya sedang tidak di rumah.

Entah Firah dasar wanita penggoda atau si Aku-nya yang “gila”. Allahualam bish shawab. Yang Jelas penulis cerbung ini yang nakal. Dia telah mengobrak-abrik emosi pembaca  hingga tercebur ke dalam cerita yang dinarasikannya. Berikut  kisahnya.

Setelah Istriku Berpenghasilan [Part 3]

S. PRAWIRO

Riwayat Bunuh Diri

“Minta kembaliannya ke janda itu ya, Mas. Gak ikhlas aku, lumayan itu buat beli popoknya Rafadon dan Jaidan.”

“Malu lah, Dek.”

“Malu gimana?” Malu itu tak ngasih duit ke orang tua, Mas. Lagian ngapain sih pakai manggil janda sebelah ke rumah.

“Buat bantu Jaidan lah, Dek.”

“Orang anak kita cuman kejedok doang.”

“Mas Panik, Dek.”

“Cuma luka gitu harusnya gak usahlah pakai acara bawa ke klinik. Ada ada aja. Dia itu bukannya bantu malah nyusahin.”

Istriku sewot. Untuk dapat satu juta dia harus kerja paling tidak lima hari sebagai sales rokok. Kalau kerjaan lain mungkin lebih lama lagi untuk mendapatkan uang segitu. 

“Tapi, Dek.  Jaidan jadi gak nangis-nangis lagi setelah dibawa ke klinik.”

“Jadi harga tangisan anak kita itu satu juta? Mas ke mana aja saat Jaidan nangis-nangis saban hari, pernah tidak Mas ngasih uang biar dia diam. Buat beli es cream atau apalah. Gak pernah, kan?”

“Itu kasusnya beda, Dek.”

“Sama-sama nangis, Mas. Rahel gak mau tahu, pokoknya Mas gak boleh nyapa-nyapa janda itu lagi. Fokus sama anak-anak dulu, biar Rahel yang bantu buat sehari-hari.”

Aku hanya menarik napas panjang. Istriku ini, suaminya baru ngomong satu kata dia akan balas dengan sepuluh kata.  Bakat jadi penuls sepertinya. Apalagi kalau lagi marah mendingan aku diam dulu. Dulu sekali pas masih pedekate dia pernah bilang kalau cewek itu punya jatah 20.000 kata sehari yang harus diungkapkan. Pantas saja perempuan pada cerewet ya. 

Kalau sudah ada maunya susah dibendung. Kalau dikerasi malah bahaya. Apalagi dia ada riwayat bunuh dirinya. Mending ngalah dulu. Kata teman, pernikahan itu harus mengesampingkan ego dan gengsi. Okelah. 

*

“Bapaaaak, Rafadon, Pup.”

“Bentar ya, Nak. Lagi ada order nih.”

“Pokoknya mau cebok sekarang!”

“Sama Ibuk dulu ya, Nak.”

“Gak mau. Maunya sama Bapak.”

“Iya, iya ... jangan berisik, nanti adek bangun lho. Awas kalau adek bangun, tak cubit.”

Aku baru ingat kalau Jaidan sedang tidur, bisa bangun dia kalau kakaknya teriak-teriak. Aku juga baru sadar kalau Rahel sedang bekerja. Sudah seminggu ia berkarier jadi sales rokok. Katanya sih keliling di kantin kantin Mall.

“Ya, udah sini.” Sambil menggedongnya ke  toilet aku mengajak bicara, “Rafadon kan udah mau masuk SD.  Sampai kapan nih, mau pakai popok terus. Malu ah sama teman-temannya kalau sampai tahu Rafadon masih pakai popok.” 

aku menyobek sisi kanan dan kiri popoknya. Lalu mengeluarlah asap dari benda putih yang penuh kotoran Rafadon. Baunya menyengat, warnanya agak coklat ke kuningan.

“Lihat nih, pupnya, jangan kebanyakan makan cokelat makanya.”

Rafadon ber week jijik, lalu memainkan air dari kran. Yang sesekali bikin aku kesal karena menyemprot baju. Tak sadar tanganku menjawil perutnya. 

“Apa sih Pak, sakit tahu.”

Kamu sih. Mainin air, baju bapak jadi basah kan.”

Sekilas kulihat wajahnya cemberut, tidak suka ditegur-tegur.

“Yah, Bapak pegang pup lagi deh.” Teriakku saat tanganku menyentuh pantat lembutnya. Rafadon nyengir bahagia. Mood anak-anak memang cepat berubah. 

“Rafadon kalau mau berhenti pakai popok, Bapak beliin sepeda, mau?” Bujukku.

Putraku hanya mengangguk tapi tiap kali mau pipis, dan disuruh ke toilet, dia selalu menolak. 

Teorinya uang popoknya nanti bisa ditabung buat beli sepeda kalau dia mau. 

Tetap saja gagal. “Bapak ... Rafadon mau pipis pakaiin popok. “Teriaknya tanda hadiah sepeda tidak ngaruh sama sekali. 

Baru selesai urusan Rafadon, Jaidan bangun. Ampun deh. Mana mau hujan. jemuran ketiup angin banyak yang jatuh. Ribet banget, dah. 

Hari sudah sore, saat itu Rafadon dan Jaidan sudah mandi. Aku sendiri masih bau ketek. Jualan gak kepegang. Makan pun di akhir waktu. 

Tiba-tiba Jaidan menangis karena rebutan handuk sama kakaknya. Refleks Rafadon kuhadiahi  cubitan lagi. Kalau Rahel helihat aku melakuan itu pasti aku langsung ditegurnya. 

“Jangan main tanganlah, Mas.”

“Terus harus gimana.”

Biasanya hanya gara-gara anak anak, kami jadi gak ngomong sampai tengah malam. Obatnya harus dipeluk dulu sambil bisikin, maaf ya. Baru deh cair suasananya. Besoknya tinggal mandi wajib. 

*

Rahel pulang agak malam. Saat anak-anak sudah teridur. 

Setelah mandi, ia memesan makanan jadi. Dan mengajakku mengobrol.

“Uangnya sudah kamu minta, Mas?”

“Ya belomlah Dek.”

“Hari ini ketemu dia gak?”

“Tadi sih lewat depan rumah, nanyain keadaan Jaidan. Tapi gak sampai masuk rumah kok.”

Rehel menatap wajahku, menelisik apa aku bohong atau tidak.

Sebelum tidur, Rahel minta izin untuk tugas di luar kota selama tiga  hari. Gak bisa begitu kalaupun mau seperti itu, harus ada orang yang gantiin dia di rumah. Siapa kek.

“Kamu ke sana sama siapa, Dek?”

“Sama  tim Mas. Mas gak usah kuatir, Rahel bisa jaga diri.”

Aku jadi ada ide, ambil baby sitter saja. Kusimpan dulu ide brilianku itu. Bahasnya kapan-kapan kalau kondisi stabil. 

“Boleh, Mas?” Cecar Rahel. 

Aku terpaksa mengiyakan demi dapat jatah malam ini. Bakokok sudah libur semingguan lebih. 

(Bersabung).

Baca juga:

*****

18 komentar untuk "Setelah Istriku Berpenghasilan [Part 3]"

  1. Kan berat ya tugas jadi seorang ibu itu, ini itu, urus anak, popok,nyebokin,nyiapin,nidurin dll, tapi gak kelihatan jerih payahnya di mata si suami, akhirnya merasakan sendiri hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebagian suami memang begitu ya, ya, ananda. Suka tidak menghargai jerih payah istri yang tidak berpenghasilan. Dan menganggap pekerjaan rumah tangga itu ringan.

      Hapus
  2. Aku curiga babysitter yg mau diambil janda sebelah lagi 🤣🤣🤣. Penulisnya memang jago ngaduk emosi bundaaaa 😄👍👍. Bikin penasaran. Makin seru nih cerita hahaha.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha. ... Begitulah suami mata keranjang, seribu satu ide muncul di kepalanya untuk mencari kesempatan biar bisa ehe ... Ehem sama wanita lain.

      Hapus
  3. Me dio pena la historia. Ten una buena semana. Te mando un beso.

    BalasHapus
    Balasan
    1. No estés triste, no te aflijas, la vida es sólo una obra de teatro, amigo mío. Hahaha ... ...

      Hapus
  4. cerita yang menarik ya
    seru, adu mulutnya,
    jadi penasaran cerita bersambungnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ikuti terus ya, ananda. He he .... Terima kasih telah mengapresiasi.

      Hapus
  5. This is interesting! Is I going to be able to stay away?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Try to stay away from practices like this, friend

      Hapus
  6. Masalah dunia perjandaan memang menarik, kalau dicemburuin yah baguslah haha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lslu bagaimana masalah perdudaan? He he .... Terima kasih telah singgah. Mas.

      Hapus
  7. emang kudu kuat mental ya kalau jadi cowok apalagi sebelah rumah janda hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Apa ya, istimewanya seorang janda di mata cowok? He he ...

      Hapus
  8. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  9. janda biasanya selalu dapat perhatian dan buah mulut ramai... lebih2 lagi kalau cantik...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Janda juga menjadi bulan2an oleh kaum istri pencemburu. Padahal hanya sedikit oknum janda yang kurang baik akhlaknya. Mereka juga punya harga diri seperti manusia umumnya.

      Hapus