Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Terungkap, Mengapa Perempuan Korban Perselingkuhan Sulit Bertahan

Masalah perselingkuhan  ibarat menyimpan  bangkai.  Seberapa rapinnya  dibungkus, lambat laun busuknya  pasti akan tercium.

Banyak pasangan sudah puluhan tahun menikah, punya anak 4 bahkan sudah bercucu, harta melimpah. Isteri  cantik suami  ganteng,  penyayang, publik figur  pula. Pokoknya, di mata tetangga  mereka pasangan tiada cela.  

Siapa menyangka, kesempurnaan tersebut terenggut tiba-tiba.  Isu perselingukahan menggelegar, bak mimpi di siang bolong. 

Pesrselingkuhan bisa dilakukan siapa saja. Oleh suami atau istri, si miskin atau si kaya, orang kota  maupun orang desa. 

Bagi pihak korban, dikhianati adalah kepedihan tiada tara. Sebab, komitmen bersama pra  menikah untuk mengarungi hidup dalam  suka dan duka sampai  tua ternyata dilanggar. Tak heran, ketika mengetahui  pasangannya berselingkuh, korbannya kecewa selangit sebumi.

Maka tidak berlebihan jika banyak orang bilang, sebuah rumah tangga yang diracuni perselingkuhan diterminologikan sebagai  neraka dunia.

Syukur kalau cepat diketahui dan beruntung pula pelakunya segera sadar. Mereka kembali ke jalan yang benar. Dibarengi kemurahan hati untuk saling memaafkan antar pasangan yang diselingkuhi. Sehingga rumah tangga terhidar dari kehancuran.

Namun menurut pengalaman, pernikahan yang ternoda oleh perselingkuhan ibarat piring yang sudah retak.  Sulit untuk ditautkan kembali. Meskipun bisa butuh proses dan waktu yang lama. Terlebih korbannya pihak suami.

Mendingan dia tidak mengadakan perlawanan dengan melakukan perselingkuhan tandingan. Tetapi banyak juga kaum adam yang bijak mengendalikan egonya. Dia memaafkan pasangannya dengan pertimbangan demi anak-anak.

Sebaliknya, ada pula  kaum hawa yang sulit memamafkan suaminya  karena telah diselingkuhi, dengan berbagai dalih. Di antaranya,

1. Adanya  Jejak Digital

Tantri bukan nama sebenarnya. Ibu  3 anak ini kaget ketika pada suatu hari seorang kakek datang bersama cucunya. Kepada Tantri  sang kakek mengaku bahwa  gadis kelas  4 SD itu anak dari suaminya.

Ternyata semasa sang  suami bertugas di luar daerah  11 tahun yang lalu dia berselingkuh sampai punya anak.  “Hampir saja saya pingsan, Bu,”  aku Tantri kepada saya.

“Kalau dia tidak punya anak, mungkin masih bisa saya maafkan. Artinya Jejak digitalnya tidak tampak.  Busuknya masih bisa disimpan.  Sejak peristiwa itu saya tak bangga lagi menjadi  istrinya,” tambah Tantri.

Muaranya, pernikahan Tantri dan  suaminya bubar. Mereka menjalani hidup bersama  pasangan barunya masing-masing.

2. Diselingkuhi Berkali-kali

Ranum, (40) nama samaran.  TG suaminya punya  hobi berselingkuh.  Bukannya sekali dua. Tetapi berulang-ulang dengan perempuan berbeda. Bahkan sampai menikah. Kali  pertama dan ke dua, sempat dimediasi oleh pihak orang tua.  Sengketa berakhir dengan damai. TG berjanji  tak akan mengulangi lagi kesalahan serupa. 

Apa yang terjadi? Belum setahun, kejadian yang sama terulang buat yang ketiga dan genap 4 kali.  Akhirnya, Ranum habis kesabaran.  Tiada maaf  lagi bagi TG.

Ranum  memilih  bercerai dan membesarkan dua  buah hatinya sendirian.  Sekarang  anak-anaknya telah dewasa.  Atas izin Allah dan dengan persetujuan kedua putranya,  kini Ranum menikah lagi dengan duda ditinggal mati istrinya.

3. Sering Dimarahi

Umumnya setelah  perselingkuhannya  diketahui oleh pihak  istri, suami tidak akan mengakui perbuatannya.

Walaupun telah disodorkan beberapa bukti, atau kepergok dia  berduaan dengan si doi makan-makan di restoran, atau jalan-jalan ke tempat hiburan,  sang suami tetap menyanggah dengan seribu dalih.  Syukur-syukur tidak melakukan KDRT.

Sedihnya sedikit saja korbannya protes, suami langsung naik pitam, dan melemparkan kesalahannya pada istri.  Tidak becus ngurus rumah tanggalah, tidak bisa memanajenen uanglah,  jahat pada mertualah.

Padahal memang pernah salah paham dengan mertua. Terjadinya puluhan tahun lalu. Saat-saat  beginilah Istri tak sanggup lagi bertahan. 

4, Terlalu Banyak yang Tersakiti

Apabila konflik dalam rumah tangga telah berlarut-larut, campur tangan pihak ke tiga susah dihindari.  Sumbernya boleh jadi  dari keluarga istri atau keluarga suami.

Tetapi kebanyakan dari pihak ibu bapak istri. Seharusnya  apabila anaknya telah menikah, orang tua tak berhak lagi mencampuri urusan rumah tangga mereka.

Batasan itu syah adanya. Tetapi  yang namanya anak, sampai ubanan pun si anak tetap darah daging ayah bundanya. Siapa yang bisa menahan diri, menyaksikan putrinya tersiksa tersebab diselingkuhi.

Parahnya, anak-anak pun cendrung berpihak kepada ibunya. Dalam kasus ini melibatkan putra-putri yang telah dewasa tentunya. Ini yang berbahaya. Gara-gara masalah seperti ini  pernah terjadi ayah dan  anak laki-laki terlibat adu jotos. Bahkan sampai berakhir dengan peristiwa berdarah.

Muaranya terlalu banyak yang tersakiti.  Dukungan untuk berdamai semakin jauh dari harapan.

Inilah 4 alasan mengapa perempuan korban perselingkuhan itu sulit bertahan. Sebenarnya masih banyak penyebab lain. Namun saya beropini  secara umum apa yang terlihat di sekitar saya. Ditambah hasil wawancara dengan narasumber yang pernah menjadi korban perselingkuhan.

Terakhir saya mohon maaf, artikel ini bukan untuk memojok kaum adam. Karena  suami dan istri sama-sama berpotensi untuk melakukan kekhilafan sebagai pencetus terjadinya  perselingkuhan. Sekian dan terima kasih. Semoga bermanfaat. 

Baca juga: 

***

Penulis, Hj. NURSINI RAIS
di Kerinci, Jambi.
Foto iustrasi: Tangkapan layar dari istock

 

 

 

41 komentar untuk "Terungkap, Mengapa Perempuan Korban Perselingkuhan Sulit Bertahan"

  1. Terima kasih Ibu
    Kisah miris yg sangat dekat dg kita
    Salam sehat Ibu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam sehat kembali, Mas Susy. Terima kasih telah mengapresiasi.

      Hapus
  2. Iya bund, sangat bermanfaat 👍👍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selamat malam, ananda Dinni. Maaf telat merespon. Kemarin bunda berada di area luring. Di kebon tepatnya. He he ... Terima kasih telah mampir. Salam sehat selalu.

      Hapus
  3. Sebagai manusia yang baik ada bsiknya kita tidak selingkuh, karena itu hanya akan mendatangkan kesakitan dan penderitaan, lebih baik mencintai 1 orang untuk selamanya agar hidup bahagia 😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju, Mas Kuanyu. kalau sudah menjatuhkan pilihan pada satu orang, untuk apa bikin ulah. Hanya menambah masalah saja. Kalau memang sudah tak cinta lagi. pulangkan anak orang ke staf awalnya. Dimana dia diambil disana pula dikembalikan. Begitu ciri-ciri lelaki yang bertanggung jawab. Selamat malam. Terima kasih tanggapannya, Mas.

      Hapus
  4. Apakah ibu Nur ini wartawan, soalnya bisa tahu detil begitu wawancara nya.😀

    Tapi memang benar sih, baik lelaki maupun perempuan bisa sama sama selingkuh. Tapi apapun itu selingkuh tidaklah baik, jika ada masalah dalam rumah tangga, bicarakan dengan pasangan dan cari solusinya, jangan malah curhat ke lawan jenis di luar rumah, bisa jadi nantinya malah selingkuh.😂

    BalasHapus
    Balasan
    1. Curhat ke lawan jenis? Ini yang berbahaya. Artinya oknum tersebut membuka peluang untuk setan masuk.

      He he .... Wartawan? Iya, Mas Agus. wartawan tampa surat kabar (wts). Kita blogger semuanya jurnalis. Yaitu jurnalis warga

      Hapus
    2. Nah bener... Setuju, curhat ke lawan jenis itu berbahaya apalagi udah jadi suami / istri orang.
      Kalo aku yg masih anak muda, yg masih jomlo, gapapa kali yaa curhat ke temen yg perempuan. Sebab kan kami ga punya hubungan apa apa hehehee 😅😅

      Hapus
    3. Terlebih curhatnya pada oknum suami orang sebangsa buya darat .... Ha ha.... Terima kasih partisipasinya ananda Dodo.

      Hapus
  5. mungkin boleh memaafkan tapi tidak untuk melupakan :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, ananda Nard. Ibarat piring sudah retak. Terima kasih tanggapannya. Salam hangat selalu.

      Hapus
  6. Iya ya bu.. miris juga melihat kasus ini makin marak di srkitar kita. Kebanyakan anak yang ikutan terdampak. Tapi seperti kata ibu di akhir tadi, dua duanya, baik pihak suami msupun istri bisa sama sama berpontensi terlibat selingkuh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, Mbak Dewi. Terlebih era digital saat ini. orang bisa berkomunikasi dengan siapa saja. Mirisnya punya pasangan yang gede cemburu. Sebaliknya. pelaku kian dicemburui, semakin akut ulahnya. Mereka lupa andai rumah tangga mereka pecah, anak-anak mereka bakal seperti apa. Terima kasih telah meninggalkan jejak. Salam sehat untuk keluarga di sana.

      Hapus
  7. Baca tulisan ini, aku jd inget pengalaman ku pertama kali menikah dulu, yg berakhir divorce. Sama masalahnya mba, selingkuh ..

    Waktu itu aku dan mantan suami memang msh muda, masih panasan. Terlebih kami beda negara, Krn waktu itu aku sdg selesaikan kuliah di luar. Tapi dr awal aku berangkat dgn izin dia. Eh ternyata malah alasan itu yg dia jadikan alasan utk selingkuh. Sepi, istri jauh, jadi butuh temen baru :p. Aku tahu nya Krn SMS yg dia kirim utk si wanita, nyasar ke aku. Dan temen2ku di sana juga pada ngabarin, dan kirim bukti.

    Aku tipe yg memaafkan kalo temen/keluarga/pasangan ada salah. Tapi tidak kalo soal perselingkuhan. Aku mungkin maafkan, tp ga akan bisa ngelupain. Pastinya, kepercayaanku lgs hancur dan seumur2 ga akan bisa percaya lagi. Jd, untuk apa meneruskan hubungan kalo ga ada saling percaya.

    Makanya pas udh dpt bukti2, aku lgs kontak pengacara papa, utk urus semua masalah cerai, Krn aku ga akan mau rujuk Ama laki2 begini. Alhamdulillah cepet sih. Si mantan juga ga banyak tingkah, mungkin malu juga, jd kami bisa cerai tanpa berantem hebat di pengadilan.

    Suamiku yg skr untungnya bisa Nerima masa lalu pas tahu istrinya prnh menikah dulu. Aku juga ga pengen nutupin masalah begitu. Yg ptg toh dia tahu alasannya Krn apa.
    Buatku kesetiaan penting. Dlm pacaran, masih ada yg suka flirting sana sini, aku bisa maklum. Mungkin msh mencari yg LBH baik.

    Tapi jika sudah menikah, komitmen utk setia wajib ada. Krn urusannya bukan hanya ke pasangan, tapi ke Tuhan. Hukumnya jelas ada.

    BalasHapus
  8. Kalau satu di sini yang lain di sana itu wajar, Mbak. Suami mana yang tahan godaan. Didorong pula oleh kebutuhan biologis. Maaf, Saya kok melihatnya si mantan bukan tipe suami yang tidak setia, ya. Hanya kondisi yang memaksa. Tapi sayang Mbak Fannynya yang kurang pemaaf. He he ... Selamat siang. Terima kasih telah hadir. Salam sehat untuk Mbak di sana.

    BalasHapus
  9. Ibarat paku telah tertancap di kayu, ketika dicabut bekasnya tak akan hilang.

    Seperti itu juga rasanya ketika seseorang dikhianati cintanya.
    Meski sudah dimaafkan memafkan, ingatan itu tetap terpatri.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pas, ananda Himawan. terlebih bagi sorang wanita. Sedihnya tak ketulungan. Dia sejujurnya ikhlas mengurus ana-anak, ikhlas melayani suami, kadang-kadang membantu mencari nafkah. Tahunya suami selingkuh.

      Kaum suami juga begitu. Kadang melakoni pekerjaan yang penuh risiko, demi perut anak istri. Ternyata dia berkhianat. Tapi demi harga diri dia bebas mencari pengganti. Yang jadi korban tetap anak-anak. Terima kasih tanggapannya. Selamat sore.

      Hapus
  10. Yang nomor 4, Bu ... ini saya jaga mati-matian ... kalau ada masalah dengan suami, saya tidak mau membukanya kepada orang tua saya karena menyadari kalau saya sampaikan, kedua orang tua saya akan punya persepsi dan perspektif sendiri sebagai orang tua karena sampai kapan pun saya tetap anak.

    Hal ini terasa ketika anak2 saya tumbuh dan 2 anak terbesar pernah di-bully, ya ampun, sakitnya perasaan saya padahal kedua anak saya sudah biasa saja. Artinya, memang ya ketika anak kita, kita tersakiti maka sakit yang kita rasakan lebih besar daripada sakitnya anak.

    Maka dari itu, saya jaga jangan sampai masalah saya diketahui orang tua karena harga diri suami bisa jatuh di mata mereka sementara saya dan suami bisa berbaikan lagi.

    Ipar saya pernah ribut sama suaminya, eh ibu mertua saya karena tahu masalahnya, jengkelnya lama sama menantu laki2nya itu padahal mah anak dan menantunya sudah sayang2an.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masyallah. Kayaknya masing-masing kita punya pengalaman mirip. Meskipun banyak juga yang berbeda. saya juga berusaha, menutupi tatkala suami berulah. Tapi saat ribut, satu adik saya tinggal bersama kami. Wow. Almarhum sampai gak bisa tidur. Padahal kami sudah baikan.

      Artinya, memang ya ketika anak kita, kita tersakiti maka sakit yang kita rasakan lebih besar daripada sakitnya anak. ....>>> betul. Kalau bisa diganti, sakit mereka biarlah kita tanggung semua.

      Sepakat, Mbak. sampai kapan pun dalam keluarga kita tetap seorang anak. Orang tua mana pun tak akan rela anaknya disakiti. Kadang saat kira bermasalah dalam rumahtangga, mereka menyikapinya dengan caranya sendiri.

      selamat malam, Mbak Mugniar. Gerak cepat kayaknya. Saya masih berkutat dengan tulisan lain. Doa sehat untuk keluarga di sana ya.

      Hapus
  11. Mengerikan sekaliii drama rumtang ini ya Bund


    Selalu saya langitkan doa, supaya Allah memberikan petunjuk, hikmah, kemudahan kpd kita semua dlm mengarungi samudera rumah tangga

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amin, ananda Nurul. Itu adalah harapan kita semua. Selamat malam. terima kasih telah menanggapi.

      Hapus
  12. Menurut pandangan saya yang masih baru dalam berumah tangga, selingkuh itu nggak ada obat deh kayaknyaaa. Pengalaman juga sama banyak banget teman dekat yang sejak pacaran, pacarnya suka selingkuh. Balikan lagi, selingkuh lagi, gitu teruuss. Untungnya teman-teman dekat saya nggak ada yang sampai menikah sama pacarnya yang suka selingkuh itu.

    Liat kasus-kasus artis juga gitu, cerai karena pasangannya selingkuh bolak balik. Hadeeehhh.. Naudzubillahimindzalik..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya punya teman orangnya sabar banget, ananda Imawati. Pernah dipoligami dengan 2 wanita lainnya. Ada filosofinya yang tak terlupakan seumur hidup. "Melarang suami selingkuh dan menikah lagi, seperti menahan BAB" Selamatmalam.Terima kasih telah singgah. Salam sehat selalu.

      Hapus
  13. Ingin tak mengakui namun begitulah adanya ya eyang. Kadang sampai berpikir, ini sinetron yang terinspirasi kisah nyata, atau kisah nyata terinspirasi sinetron. Semoga keluarga kita selalu dalam lindungan-Nya dan dijauhkan dari tindakan buruk ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amin, ananda. Begitulah faktanya. Tanpa kinflik dunia ini jadi sepi. Selamat sore. Terima kasih telah mengapresiasi.

      Hapus
  14. Perselingkuhan memang selalu menjadi momok. Semoga rumah tanggaku, rumahtanggamu, dan rumah tangga kita semua selamat dari kasus yg satu ini. Langgeng hingga ke jannah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amin, ananda Lia. Bila terjangkit penyakit perselingkuhan, rumah tangga berubah jadi neraka. Apalagi sampai mengakhiri pernikahan. Anak2lah yang paling menderita. selamat sore. Terima kasih telah mengapresiasi.

      Hapus
  15. Kalau masalah perselingkuhan memang sulit ya dilihat dari 1 sisi. Mudahnya menyalahkan pihak lelaki, tapi banyak jg istri tidak melayani suami seperti seharusnya. Atau bisa juga faktor lain seperti yang Ibu bilang, pihak eksternal spt keluarga istri

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, yang terahir ini yang agak rumit. Kadang suami istri sudah baikan. Orang tua dan saudara2 yang masih dendam kesumat. Selamat malam anada Andina. Salam sehat buat keluarga di sana.

      Hapus
  16. Betul, Bun. Masalah perselingkuhan ini sensitif sekali buat istri, apalagi sampai punya anak. Sebagai perempuan jelas saya tidak mau dimadu.

    Kekurangan suami mungkin bisa dimaklumi dan diterima tapi engga buat selingkuh. Ini kalau saya, ya, Bu.

    Kan ada tuh yang mengikhlaskan diri suami nikah dan punya istri lagi, tapi saya belum bisa seluas itu hatinya. Balik lagi semua itu adalah pilihan sih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kan ada tuh yang mengikhlaskan diri suami nikah dan punya istri lagi,
      .... >.>> ada memang. Tapi kadang itu hanya sebuah kepura-puraan di depan layar. Pura2 ikhlas padahal hati di dalam siapa tahu. Sok sabar. He he .. Selamat pagi, ananda Lia. Maaf telat merespon.

      Hapus
  17. Poin 3 itu bikin sebel. Sudah jelas salah, tapi justru memarahi. Begitulah kenyataannya, seringkali untuk menutupi kesalahannya mereka melakukan itu. Atau menuduh balik, tanpa bukti.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju, ananda Wiwin. Sering ditemui memang begitu. Sifatnya oknum lelaki sering begitu. Mungkin baginya mengku salah itu melunturkan harga dirinya di mata istri. Terima kasih telah mampir. Selamat pagi. Maaf telat merespon.

      Hapus
  18. Perselingkuhan emang bukan cuma gambaran di layar kaca ya, Bu. Di sekitar kita pun banyak sekali kisah serupa dengan plot yang berbeda-beda. Kadang sampe mikir: apa sih yang mereka cari?
    Bagaimanapun yang seperti itu tidak dibenarkan secara moral dan agama. Kalau sudah tidak cocok, boleh bercerai. Baru deh nikah lagi.
    Kalau selingkuh gitu, pasti deh ada yang tersakiti.

    Tapiii... Ada juga rekan saya yang seperti sudah lelah, ketika nikah lagi dia 'seperti' berjanji: kalau aku diselingkuhi, akan aku balas dengan hal yang sama.

    Hiks. Lingkaran setan yang tidak habis-habisnya, nih.

    Semoga kita sekeluarga dan juga anak cucu kita dilindungi dari hal-hal negatif seperti di atas ya, Bu. Aamiin.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amin. "... ketika nikah lagi dia 'seperti' berjanji: kalau aku diselingkuhi, akan aku balas dengan hal yang sama." .... > >> Nah., di sinilah kasusnya semakin rumit. Kalau dipikir2 dengan kepala mendidih maunya memang begitu
      Kalau kamu bisa selingkuh, kenapa saya tidak. You jual I beli. He he .. Terima kasih telah mengapresiasi, ananda Tayiek. Maaf telat merespon.

      Hapus
  19. Pas banget, Bunda..
    Akhir-akhir ini saya sedang berkontemplasi dari masalah om dari keluarga suami yang bercerai dengan istrinya.

    Dan kami ambil kesimpulan bahwa muara perceraian ini utamanya adalah rejeki. Dimana ketenteraman rumah tangga bisa bertahan jika rejeki yang didapat dari suami ini berberkah.

    Akhirnya, ketika om saya ini sudah resmi cerai, kini beliau hijrah dan memilih mencari rejeki di jalan yang Allah ridho.

    Semoga Allah mudahkan mendapatkan pendamping kembali.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, kayaknya perceraian membawa pertaubatan kayaknya. Semoga niat baik sang Om terwujud.

      Betul sekali, ananda Lend. Hakekatnya reziki itu bukan kuantitasnya saja yang perlu diperhatikan. Kerberkahannya jauh lebih penting. Selamat pagi, ananda Lend. Terima kasih telah mengapresiasi. Doa sehat buat keluarga di sana.

      Hapus
  20. Sedih sih ya Bu, banyak hal di dunia ini yang bisa dilakukan dan dikejar, kenapa pake acara cari masalah dengan perselingkuhan segala.

    Sedihnya lagi, yang akan menanggung deritanya ya anak-anak :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tetapi di daerah kami di dibandingkan sebelum era 80 -an, masalah perselingkuhan jauh berkurang. Meskipun belum hilang seratus persen. Kalau dahulu, pelaku wanitanya malah bangga. Mereka bisa mengganggu suami orang. Mungkin karena taraf pendidikan semakin maju. Daripada cari gara2 yang tak jelas lebih baik mereka bekerja memperbaiki ekonomi.

      Hapus